seputar – Nairobi | Bentrokan antar-komunitas di Kenya tenggara telah menewaskan sedikitnya 18 orang dalam dua minggu terakhir. Kepolisian setempat pun meningkatkan keamanan di daerah yang terkena dampak.
“Kami telah kehilangan 18 orang sejak bulan lalu dan itulah sebabnya keamanan ditingkatkan untuk memastikan tidak ada lagi korban jiwa,” kata seorang perwira polisi senior di Tana River County tanpa mau disebutkan namanya, dilansir AFP, Minggu (13/10/2024).
“Tetapi situasinya sangat tegang sekarang karena masyarakat tidak mau menyerahkan senjata api,” tambahnya.
Menteri Dalam Negeri Kenya Kiture Kindiki menyebut 12 wilayah di Tana River County ‘berbahaya dan terganggu’ akibat bentrokan tersebut, yang mempertemukan komunitas penggembala dengan korban banjir yang dimukimkan kembali.
Kepala polisi nasional Kenya Douglas Kanja memerintahkan warga untuk menyerahkan senjata api mereka untuk mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut.
Pertempuran yang paling parah terjadi di kota Bura, dimulai ketika pemerintah daerah menawarkan lahan untuk menampung kembali orang-orang yang mengungsi akibat banjir di tepi Sungai Tana, sungai terpanjang di Kenya.
Para penggembala setempat memprotes, dengan alasan bahwa orang-orang yang direlokasi tersebut akan menempati lahan penggembalaan mereka.
Pada Sabtu (12/10), Direktur Investigasi Kriminal Mohamed Amin mengumumkan penangkapan dua pemimpin lokal, Gubernur Tana River Dhadho Godhana dan anggota parlemen setempat Said Hiribae, karena tidak menanggapi panggilan polisi terkait kerusuhan tersebut.
Beberapa rumah hancur akibat kekerasan tersebut, dan sejumlah orang mengungsi.
“Kami tidak lagi merasa aman di sini karena beberapa serangan terjadi bahkan pada siang hari. Pemerintah harus menemukan solusi permanen terhadap krisis ini,” kata warga Bura, Mohamed Ibrahim.
Penduduk setempat lainnya menambahkan: “Ini semua soal tanah. Para penggembala tidak ingin orang-orang ini dipindahkan ke sini, dan itulah yang memicu bentrokan,” ucapnya. (Detik)