seputar – Jakarta | Tiga hakim Mahkamah Agung (MA) yakni Prof Dr Yulius sebagai hakim ketua, hakim anggota I Dr H Yudi Martono, dan hakim anggota II Dr Cerah Bangun dilaprokan ke Komisi Yudisial (KY). Ketiga hakim itu dilaporkan karena mengubah syarat calon kepala daerah.
Ketua Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) Abdul Hakim menilai ketiga hakim yang memutus perkara itu telah melakukan keberpihakan.
“Kita menduga putusan tersebut sangat tergesa-tergesa, putusan ini masuk ke MA tanggal 22 April, kemudian penunjukan hakim tanggal 27 Mei, dan diputuskan 29 Mei. Artinya Putusan 23 ini diprioritaskan, kami menduga ketiga hakim ini melanggar impresialitas atau keberpihakan,” ujarnya di Gedung KY, Senin (3/6/2024).
Menurut dia, putusan itu harusnya memakan waktu yang lama. Sehingga dia menduga adanya praktik lain. “Menurut kajian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), praktiknya sangat lama sekali ada yang 6 bulan bahkan sampai 50 bulan. Ini kan Mei sudah diputus, hanya satu bulan lebih apalagi momennya Pilkada,” kata Abdul.
Ia menyebut putusan syarat usia calon Pilkada ini problematik dan melampaui kewenangannya. Ia menyorot pokok pasal 4 ayat 1 huruf (d) yang berbunyi “Sejak Ditetapkan Menjadi Calon” diubah menjadi “Sejak Pelantikan” menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Ini menambah dan memperluas tafsiran hukum. Kita bawa (berkas) banyak sekali, yang kita serahkan tadi mulai dari bukti-bukti dan putusan,” ujar Abdul.
Abdul menilai keputusan ini mengandung unsur politis. Ia melihat ada keberpihakan ini menguntungkan beberapa pihak.
“Teman-teman bisa menduga lah (keberpihakan ini mengacu kepada siapa), saya tidak ingin menyebutkan karena ingin fokus kepada proses hukumnya,” kata Abdul.
“Karena ini momen Pilkada, seadainya diputuskan sesudah Pilkada mungkin kita tidak menduga ada kepentingan politik. Tapi karena diputuskan menjelang Pilkada yang pendaftaran di tanggal 27-28 Agustus, oleh karena itu diduga kuat ada kepentingan politik,” sambungnya.
Abdul berharap Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 ini tidak dilanjutkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia ingin hakim MA bisa dijadikan contoh bagi yang lain, jangan memutuskan putusan yang mengandung unsur-unsur politis.
“Kita ajukan ke Komisi Yudisial dulu, kalau memang perlu kita ajukan pengujian kembali terhadap PKPU. Kami berharap tidak dilanjutkan KPU, ini masih mendapatkan penolakan dari masyarakat,” pungkasnya. (detik)