seputar – Medan | Sudah 45 hari berlalu sejak kematian tragis wartawan Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu, yang terjadi pada Kamis (27/6/24).
Rico bersama tiga anggota keluarganya diduga dibunuh dengan keji, dan rumah mereka dibakar, yang diduga terkait dengan pemberitaan tentang perjudian yang melibatkan seorang anggota TNI berpangkat Kopral Satu (Koptu) berinisial HB.
Hingga kini, keluarga korban masih belum merasa mendapatkan keadilan, karena dalang dugaan pembunuhan berencana ini belum diungkap ke publik.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara bersama para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) kembali menggelar Aksi Kamisan pada Kamis (15/8/24) sore.
Aksi ini adalah yang kedua kalinya digelar untuk menuntut penegakan hukum dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Rico dan keluarganya.
“Aksi ini adalah bentuk solidaritas para jurnalis. Merawat ingatan bahwa telah terjadi dugaan pembunuhan berencana. Di mana sampai saat ini aktor intelektual pembunuhan itu belum juga ditetapkan menjadi tersangka,” kata Koordinator KKJ Sumut, Array A Argus, di sela aksi yang digelar di Titik Nol Kota Medan.
Menurut Array, dugaan keterlibatan Koptu HB dalam kasus ini sudah sangat jelas, terutama setelah rekonstruksi kasus pada 19 Juli 2024.
Dalam 57 adegan rekonstruksi, Koptu HB muncul beberapa kali, termasuk saat bertemu dengan tersangka Bebas Ginting alias Bulang di sebuah warung di Jalan Kapten Bom Ginting pada Senin (24/7/24).
Warung ini pernah disebut dalam artikel yang ditulis oleh Rico, yang menyinggung soal dugaan perjudian. Lokasinya dekat dengan markas Yonif 125/Simbisa, sekitar 300 meter dari rumah Rico yang dibakar.
Dalam pertemuan itu, Koptu HB menunjukkan unggahan artikel soal perjudian yang ditulis oleh Rico dan meminta Bulang untuk mendesak Rico menghapus tulisan tersebut. Bulang setuju dengan permintaan Koptu HB, namun Polda Sumut enggan menjawab lebih lanjut tentang adegan ini.
“Fakta-fakta rekonstruksi ini sudah jelas. Namun menjadi pertanyaan, kenapa sampai saat ini proses hukumnya seakan hanya berhenti pada penetapan tiga tersangka. Polda Sumut juga seolah sengaja menutupi siapa aktor intelektual dalam dugaan pembunuhan berencana ini,” kata Array.
Sejalan dengan itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Sahputra, menegaskan bahwa dugaan keterlibatan Koptu HB sudah dilaporkan ke Pusat Polisi Militer (POM) Angkatan Darat dan Pomdam I/BB.
Namun, LBH Medan sebagai kuasa hukum Eva (anak korban) belum mendapat informasi terbaru mengenai perkembangan kasus ini.
“Kami mendesak agar Pomdam segera menetapkan Koptu HB sebagai tersangka, karena ia diduga kuat sebagai aktor intelektual dalam kasus ini. Jika hanya berhenti pada Bulang dan dua tersangka lainnya, kita tidak menemukan korelasi yang jelas dengan korban Rico, terutama karena motif pembunuhan berencana ini belum juga diungkap ke publik,” kata Irvan.
LBH Medan juga mendesak Polda Sumut dan Pomdam I/BB untuk lebih transparan dalam menangani kasus ini, karena kurangnya transparansi justru dapat mencoreng penegakan hukum di Sumatera Utara.
Sementara itu, Staf Advokasi KontraS Sumatera Utara, Ady Yoga Kemit, mengatakan bahwa Aksi Kamisan hari ini adalah peringatan bagi kebebasan demokrasi.
Kasus pembunuhan berencana terhadap Rico Sempurna Pasaribu menunjukkan bahwa jurnalis masih belum terbebas dari ancaman kriminalisasi.
“Kami akan terus memperjuangkan kebebasan pers, karena pers merupakan salah satu pilar demokrasi. Kami juga mendorong agar para jurnalis tetap bekerja sesuai dengan kode etik profesinya,” ujar Ady.
Kasus dugaan pembunuhan berencana ini juga telah dilaporkan ke berbagai lembaga, seperti Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, dan LPSK.
KKJ mengakui bahwa tindakan korban yang diduga menerima ‘uang jatah’ dari operasi perjudian itu tidak dapat dibenarkan. Namun, peristiwa hilangnya nyawa akibat pemberitaan tetap menjadi luka mendalam bagi dunia pers di era modern ini. (mistar)