seputar-Jakarta | Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Hakim Konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar kode etik. Hal itu dikarenakan Anwar tidak menerima putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023 dan sanksi yang harus diterimanya.
Dalam putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023, Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik dalam memutus perkara nomor 90 tentang syarat minimal usia capres cawapres karena terdapat konflik kepentingan.
Anwar lantas disanksi dengan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK. Namun, dia tidak menerima putusan itu. Anwar mengekspresikannya dalam sebuah pernyataan dan menggugat putusan itu ke PTUN.
“Hakim terlapor terbukti melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan butir penerapan angka 1 dan angka 2 Sapta Karsa Hutama,” kata Ketua sekaligus Anggota Majelis MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Dia menyebut Majelis Kehormatan memandang perlu untuk memberikan teguran tertulis kepada Hakim terlapor untuk menunjukkan sikap patuhnya yang tulus terhadap putusan Majelis Kehormatan.
“Menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada hakim terlapor,” ujarnya.
Dalam pertimbangannya, Palguna menjelaskan hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan.
Palguna menyebut hakim konstitusi juga harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati.
“Serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah,” kata dia.
Oleh sebab itu, MKMK menilai sikap Anwar Usman yang justru tidak menerima putusan MKMk no 2/MKMK/2023 adalah hal janggal.
“Dalam pandangan Majelis Kehormatan merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kode etik dan perilaku hakim konstitusi,” tegasnya.
Sebelumnya, Hakim konstitusi Anwar Usman minta pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dibatalkan. Anwar juga ingin kembali menduduki jabatan sebagai Ketua MK.
Hal itu tertuang dalam isi gugatan yang dilayangkan Anwar terhadap Ketua MK Suhartoyo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 24 November 2023. Perkara ini terdaftar dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT.
Anwar ingin PTUN mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028.
Hal itu membuat pengacara Zico Leonard Djagardo Simanjuntak melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman dalam konferensi pers pascaputusan MKMK adhoc terkait pemberian sanksi pencopotannya dari jabatan Ketua MK pada Selasa (7/11/2023) lalu.
Saldi Isra Tak Terbukti Terafiliasi PDIP
Sementara itu MKMK menyatakan Hakim Konstitusi Saldi Isra tidak melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Ketua sekaligus Anggota Majelis MKMK I Dewa Gede Palguna menyatakan dalil yang diajukan oleh pelapor tidak cukup kuat untuk membuktikan Saldi terafiliasi dengan PDIP. Hal itu disampaikan Palguna dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3).
“Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait dugaan Hakim Terlapor berafiliasi dengan salah satu partai politik peserta Pemilu yaitu PDI Perjuangan,” kata Palguna.
Palguna mengatakan keputusan itu juga hasil pertimbangan keterangan hakim terlapor alias Saldi yang membantah dalil-dalil pelapor.
Oleh sebab itu, Saldi dinyatakan tidak terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama.
Selain itu, Saldi juga tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dalam memberikan dissenting opinion di Putusan MK perkara nomor 90/PUU-XX/2023 tentang syarat usia minimal capres dan.
“Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait penyampaian pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Terlapor dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XX/2023,” kata Palguna.
Pelapor Saldi dalam perkara ini adalah Andi Rahadian dari Sahabat Konstitusi. Dia menjadikan berita daring yang merekam pernyataan langsung DPD PDIP Sumbar berkaitan dengan Isra sebagai bukti dugaan afiliasi hakim konstitusi tersebut.
“Saya sampaikan hakim konstitusi Saldi Isra satu bulan sebelum memutus perkara nomor 90 itu (tentang syarat usia capres-cawapres), dicalonkan sebagai wakil presiden oleh DPD PDIP Sumatera Barat bersama Bu Puan [Ketua DPP PDIP Puan Maharani] dan satu lagi,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/3)
Ini bukan kali pertama Saldi Isra dilaporkan. Sebelumnya, MKMK pernah menyidang dugaan pelanggaran etik Saldi Isra. Perkata tercatat dengan nomor 3/MKMK/L/11/2023.
Dia diadukan karena pernyataan dalam dissenting opinion putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Akan tetapi, MKMK menyatakan Saldi Isra tidak melanggar kode etik dalam menyampaikan dissenting opinion. (cnnindonesia/ss)