Medan, SeputarSumut – Sejarawan nasional Bonnie Triyana mengajak generasi muda untuk memahami kembali makna keindonesiaan dari perspektif yang lebih mendalam, yaitu melalui genetika dan sejarah. Dalam acara bertajuk “Indonesia: Dari Genetika Tunggal Ika ke Bhinneka Tunggal Ika” di Auditorium Bung Karno, Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) pada Kamis (11/9), Bonnie memaparkan bahwa keberagaman adalah esensi yang telah ada jauh sebelum Indonesia lahir sebagai sebuah negara.
Di hadapan para peserta, Bonnie menyampaikan kekagumannya terhadap praktik nyata pluralisme yang telah dijalankan oleh pendiri YPSIM, dr. Sofyan Tan. “Saya baru bicara soal keberagaman secara teori, tapi Pak dr. Sofyan Tan sesungguhnya sudah mempraktikkannya langsung melalui dunia pendidikan di Sumatera Utara ini,” ujar Bonnie yang juga merupakan kolega dr. Sofyan Tan di Komisi X DPR RI.
Asal-Usul Genetika Manusia Indonesia
Bonnie membuka paparannya dengan menjelaskan asal-usul genetika manusia Indonesia. Berdasarkan riset genetika dan arkeologi, ia menyebut bahwa leluhur bangsa Indonesia berasal dari migrasi Homo sapiens sekitar 50.000 tahun lalu dari Afrika. Perjalanan panjang ini memicu empat gelombang besar kedatangan manusia ke wilayah Nusantara, dari Afrika, Asia Selatan, Mongolia, hingga bangsa-bangsa dari India, Arab, dan Eropa.
“Manusia Indonesia adalah hasil percampuran genetika dari berbagai bangsa,” kata Bonnie. “Secara genetika, kita adalah bangsa yang bhinneka. Indonesia bukanlah hasil dari satu ras atau satu budaya, melainkan mosaik yang kompleks.”
Ia juga memperkenalkan risetnya yang diberi nama Asal Usul Orang Indonesia (ASOI), sebuah inisiatif untuk mengajak generasi muda memahami sejarah dan keberagaman Indonesia dari sisi genetika. Melalui program ini, tes genetika dilakukan untuk melacak asal-usul leluhur manusia Indonesia hingga 10.000 tahun ke belakang. Hasilnya menunjukkan betapa luas dan beragamnya akar biologis masyarakat Indonesia.
Najwa Shihab dan Bukti Keragaman Genetika
Untuk mengilustrasikan temuan tersebut, Bonnie memberikan contoh dari hasil tes genetika yang diikuti oleh beberapa tokoh publik, seperti Najwa Shihab, Ariel Noah, Mira Lesmana, dan Riri Riza. Hasilnya cukup mengejutkan. “Najwa Shihab contohnya. Dia sering disebut orang sebagai turunan Arab. Namun, saat hasil tes keluar, ternyata gen Arabnya hanya 3,4%. Yang lebih mendominasi justru dari Asia Selatan,” ungkapnya.
Sesi berbagi ini tidak hanya menyajikan fakta sejarah, tetapi juga membuka ruang refleksi mendalam tentang apa artinya menjadi Indonesia di tengah dunia yang kian terpolarisasi. Bonnie Triyana menegaskan bahwa keindonesiaan bukanlah soal homogenitas, melainkan keberanian untuk hidup dalam perbedaan. Tokoh seperti dr. Sofyan Tan, menurutnya, menjadi contoh nyata bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukanlah semboyan kosong, tetapi fondasi yang harus terus dirawat.
“Indonesia bukan hanya lahir dari kesamaan tanah air, tapi juga dari kesadaran kolektif untuk melawan kolonialisme,” tutur politisi PDI Perjuangan itu. “Demikian pula saat ini, kita menjadi Indonesia karena kita memilih untuk bersatu dalam keberagaman.”
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Ketua Dewan Pembina YPSIM dr. Sofyan Tan, Ketua YPSIM Finche Kosmanto, Pimpinan Sekolah Sultan Iskandar Muda Edy Jitro Sihombing, Wakil Rektor Universitas Satya Terra Bhinneka Rin Rin Meilani Salim, serta pimpinan sekolah, civitas akademika, dan mahasiswa.(Siong)

