Medan, SeputarSumut – Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dr Sofyan Tan, menegaskan pentingnya pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk melindungi hasil kreasi, penelitian, dan temuan. Menurutnya, pendaftaran ini krusial karena berkaitan langsung dengan pengakuan hukum serta imbalan yang pantas atas jerih payah seseorang.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Sofyan Tan dalam agenda Bimbingan Teknis Penyusunan Draft Dokumen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang terselenggara atas kerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kegiatan ini berlangsung di Hotel Le Polonia, Medan, pada hari Senin, 20 Oktober 2025.
“Mendaftarkan hasil kreasi atau temuan kita ke HKI itu sangat penting,” ujar dr Sofyan Tan.
Sofyan Tan menjabarkan setidaknya ada empat aspek krusial di balik pendaftaran kreasi dan temuan ke HKI. Hal penting yang pertama adalah melindungi para kreator dan penemu atas kreasi dan temuannya. Dengan tercatat di HKI, kreator atau penemu memperoleh perlindungan hukum atas karyanya, sekaligus pengakuan dan imbalan yang layak atas waktu dan pengorbanan yang telah diberikan.
“Untuk hal ini kita bisa melihat hasil karya pak Habibie terhadap temuannya pada pembuatan pesawat terbang. Pengakuan itu tercatat di dunia dan dia mendapatkan imbalan atas hasil karyanya,” kata Sofyan Tan.
Aspek penting kedua, menurut Sofyan Tan, adalah perannya dalam memicu munculnya inovasi dan kreativitas baru. Keberadaan HKI akan memacu keinginan untuk terus berinovasi. Selanjutnya, hal penting ketiga adalah memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha.
Ia menjelaskan, “Kalau sudah dilindungi, berarti jelas para pelaku usaha harus sudah tau hasil-hasil karya orang lain yang dilindungi sehingga tidak boleh sembarangan menggunakannya untuk keuntungan sendiri.”
Adapun hal penting yang keempat adalah mencegah kecurangan atau plagiarisme. Plagiarisme, yang seringkali terjadi dalam upaya mencuri keuntungan atas hasil karya orang lain, dapat diminimalisir.
Sofyan Tan mengungkapkan, “Banyak kasus upaya-upaya plagiarisme terutama dalam dunia usaha yang kita lihat. Ada yang mencoba meniru logo, meniru merk dan lain. Dan dengan terdaftar di HKI, maka pemilik logo, merk maupun resep-resep tertentu tidak boleh ditiru orang lain.”
Oleh karena alasan-alasan tersebut, Sofyan Tan berpendapat bahwa masyarakat perlu dibekali pemahaman mengenai proses penyusunan draft dokumen untuk mendaftar ke HKI. Dengan pemahaman ini, masyarakat dapat sepenuhnya menikmati hasil dari kreasi dan temuannya.
“Maka dari itu saya langsung menggandeng BRIN untuk menjelaskan dan memberi pengarahan tentang bagaimana cara untuk mendaftar ke HKI,” pungkasnya.
Senada dengan pandangan Sofyan Tan, Juldin Bahriansyah, Analis Kebijakan Ahli Madya BRIN, mengemukakan bahwa perlindungan terhadap kekayaan intelektual merupakan kebutuhan mendesak di tengah pesatnya kemajuan teknologi. Pendaftaran kekayaan intelektual memberikan berbagai keuntungan, termasuk pengakuan dan reputasi yang vital dalam ranah kompetisi.
“Inovasi dan perlindungan kekayaan intelektual salah satu keperluannya adalah sebagai alat strategi dalam kompetisi. Juga untuk memberi pengakuan dan reputasi, karena proses mendapatkan HKI juga sangat ketat dengan rangkaian pemeriksaan,” jelasnya.
Meski demikian, data yang dipaparkan menunjukkan bahwa pendaftaran kekayaan intelektual masih membutuhkan dorongan yang lebih besar karena minat masyarakat untuk mendaftar dinilai masih rendah. Berdasarkan data yang disampaikannya, BRIN menerima total 3.251 permohonan dalam periode 2020 hingga 2024, di mana baru 1.087 permohonan yang telah memperoleh hak paten.(Siong)

