Medan, SeputarSumut – Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kini memiliki alternatif pendanaan pembangunan yang inovatif di luar jalur konvensional seperti pendapatan asli daerah (PAD) dan transfer pusat. Instrumen pembiayaan kreatif ini, yaitu obligasi daerah dan sukuk daerah, didukung penuh oleh regulasi yang semakin kuat. M. Pintor Nasution, Kepala PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Utara di Medan, menyampaikan bahwa instrumen ini merupakan peluang besar untuk memperluas sumber pendanaan di pasar modal.
Definisi dan Landasan Hukum Pembiayaan Kreatif
Obligasi daerah didefinisikan sebagai surat berharga pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemda untuk menarik dana dari masyarakat dan investor institusi, dengan kewajiban pengembalian pokok pinjaman beserta bunga dalam jangka waktu tertentu. Sementara itu, sukuk daerah merupakan surat berharga syariah yang diterbitkan Pemda sebagai bukti kepemilikan aset atau manfaat proyek yang dibiayai, memberikan imbal hasil sesuai prinsip syariah yang disepakati.
Pemerintah secara resmi telah menunjukkan dukungannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional. Regulasi ini secara eksplisit membuka jalan bagi Pemda untuk melakukan pembiayaan utang melalui penerbitan kedua instrumen tersebut. Dana yang dihimpun dapat dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek vital seperti infrastruktur, pengelolaan portofolio utang, hingga penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Selain itu, instrumen ini memiliki dasar hukum teknis yang terperinci di tingkat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penerbitan dan Pelaporan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah. Aspek pencatatannya juga diatur oleh BEI melalui Peraturan No. I-B tentang Pencatatan Efek Bersifat Utang serta Peraturan No. I-G tentang Pencatatan Sukuk.
Potensi Besar di Tengah Mandeknya Implementasi
Meskipun kerangka regulasi telah kokoh, Pintor Nasution menyoroti bahwa hingga tahun 2025, belum ada satu pun pemerintah daerah di Indonesia yang secara nyata menerbitkan obligasi maupun sukuk daerah. “Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan instrumen pembiayaan tersebut masih terbuka lebar bagi pemerintah daerah dalam memperluas sumber pendanaan pembangunan di luar pendapatan asli daerah, transfer pusat, dan pinjaman daerah,” tegas Pintor di Medan, Selasa (21/10/2025).
Dana hasil penerbitan instrumen ini berpotensi besar membiayai proyek-proyek prioritas daerah, mulai dari infrastruktur transportasi, penyediaan air bersih, hingga pembangunan fasilitas publik yang memiliki dampak langsung terhadap peningkatan layanan dan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, penerapan obligasi atau sukuk daerah juga membawa manfaat lain. Penerbitan instrumen ini dapat mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Setiap prosesnya, mulai dari perencanaan hingga pelaporan, harus diaudit dan dilakukan secara terbuka. Hal ini secara langsung dapat meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat tata kelola pemerintahan daerah yang baik.
Kunci Sukses: Langkah Persiapan dan Dukungan BEI
Untuk memanfaatkan peluang ini, Pintor Nasution menjabarkan langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan Pemda, menekankan pentingnya kesiapan tim internal dan teknis yang memadai.
Langkah fundamental yang dianjurkan adalah melakukan feasibility study (studi kelayakan) untuk memastikan proyek yang akan dibiayai bersifat produktif dan memberikan manfaat ekonomi yang konkret bagi daerah. “Pemerintah daerah juga perlu menetapkan nilai dari penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran pokok, kupon/imbal hasil dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi maupun sukuk,” jelasnya.
Persiapan juga mencakup penguatan kapasitas manajemen keuangan daerah, seperti pengelolaan utang, perencanaan kas, dan pelaporan yang baik. Selain itu, diperlukan persetujuan prinsip dari DPRD sebagai representasi masyarakat, serta persetujuan Menteri Keuangan untuk memastikan kesesuaian kebijakan fiskal nasional. Setelah tahapan internal ini selesai, Pemda dapat menunjuk lembaga penunjang eksternal seperti underwriter, konsultan hukum, wali amanat, dan lembaga pemeringkat (rating agency) untuk mendukung proses penerbitan.
“Kesiapan tim internal dan eksternal serta koordinasi lintas pihak menjadi kunci utama keberhasilan dalam tahap awal implementasi,” tambah Pintor Nasution.
BEI sendiri menegaskan komitmennya untuk mendukung inisiatif creative financing Pemda. “BEI turut mendukung inisiatif pemerintah daerah dalam proses penerbitan dan pencatatan obligasi daerah maupun sukuk daerah. Dukungan tersebut diberikan melalui pendampingan intensif pada tahap persiapan, termasuk dalam pemahaman terhadap mekanisme pasar modal,” kata Pintor. BEI juga memberikan insentif berupa keringanan biaya pencatatan sebagai upaya nyata untuk mendorong partisipasi Pemda.
“Dengan perencanaan yang matang, tata kelola yang transparan, dan pengawasan yang kuat, penerbitan instrumen ini diharapkan dapat menjadi katalis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan kualitas layanan publik, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan daerah,” tutupnya.(Siong)

