Medan, SeputarSumut – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru-baru ini menunjukkan koreksi signifikan setelah sempat mencatatkan penguatan jangka pendek yang cukup solid. Mengakhiri perdagangan di posisi 7.915,66 poin, indeks acuan pasar saham Indonesia ini tercatat turun sekitar dua setengah persen dalam sepekan terakhir, setelah sebelumnya sempat menembus level psikologis 8.100.
Pergerakan harga saham yang berbalik arah ini, menurut analisis, bukanlah sinyal pasar sedang mengalami kejatuhan, melainkan sebuah siklus alami yang dikenal sebagai profit taking atau aksi ambil untung. Fenomena ini terjadi ketika investor merealisasikan keuntungannya setelah harga saham naik cukup tinggi.
“Koreksi yang kita lihat belakangan ini, terutama setelah indeks menembus level 8.100, sebagian besar didorong oleh aksi profit taking yang masif. Ini adalah hal yang wajar dan merupakan napas alami dari setiap pergerakan pasar yang sehat,” jelas M. Pintor Nasution, Kepala PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Utara di Medan, Selasa (28/10/2025).
Profit Taking: Kedisiplinan Finansial di Tengah Gejolak
Menurut Pintor, profit taking justru mencerminkan kedewasaan sebuah pasar modal. Ketika harga saham telah mencapai kenaikan yang signifikan, investor yang berpengalaman cenderung memilih untuk mengunci keuntungan. Mereka menjual sebagian atau seluruh kepemilikan saham agar laba yang sebelumnya hanya berada “di atas kertas” berubah menjadi uang tunai nyata.
Aksi jual yang terjadi secara serentak ini memang dapat menekan harga saham dalam jangka pendek dan membuat indeks tampak menurun. Namun, esensinya adalah pasar sedang melakukan penyesuaian untuk menjaga harga agar tidak melaju terlalu jauh di luar nilai fundamental atau wajar perusahaan. Fenomena ini seringkali terjadi setelah periode euforia, di mana sentimen pasar sedang sangat positif dan mendorong harga saham melesat.
Terjadi Setelah Euforia dan Data Kuat
Dalam konteks Pasar Modal Indonesia, aksi ambil untung seringkali terlihat setelah rilis data ekonomi atau laporan keuangan yang kuat, atau setelah IHSG mencetak rekor baru, seperti yang terjadi pada awal Oktober. Ketika indeks sempat melampaui 8.100 poin, banyak pelaku pasar memanfaatkan momentum tersebut untuk merealisasikan cuan.
Tekanan jual dalam waktu singkat meningkat, khususnya pada saham-saham dengan kapitalisasi besar, seperti sektor perbankan, material, dan industri dasar, menyebabkan indeks terkoreksi meskipun sentimen ekonomi secara umum masih positif. Aksi ini merupakan strategi disiplin finansial untuk berhenti dan mengambil keuntungan pada waktu yang tepat.
Peluang Beli untuk Investor Jangka Panjang
Bagi investor pemula, koreksi harga akibat profit taking seringkali menimbulkan kepanikan. Mereka keliru mengira pasar sedang anjlok, padahal yang terjadi hanyalah fase penyesuaian. Pasar saham, kata Pintor, tidak bisa berlari terus tanpa berhenti; ia perlu menarik napas untuk berlari lebih jauh.
“Salah satu kesalahan umum investor baru adalah terburu-buru menjual semua saham ketika melihat penurunan harga akibat profit taking,” ujar Pintor. Padahal, jika koreksi yang terjadi masih wajar dan tidak disertai perubahan fundamental perusahaan, itu justru bisa menjadi kesempatan emas untuk membeli kembali di harga yang lebih rendah.
Strategi Terbaik di Tengah Koreksi
Dalam situasi gejolak seperti ini, strategi paling efektif bagi investor ritel adalah menjaga keseimbangan antara keberanian dan kesabaran. M. Pintor Nasution menyarankan agar investor berfokus pada nilai jangka panjang dan fundamental perusahaan.
“Saat harga saham terkoreksi akibat profit taking, fokuslah pada pertanyaan: apakah kinerja perusahaan masih solid? Apakah prospeknya masih menjanjikan? Jika jawabannya ya, maka penurunan harga hanyalah sementara,” tegas Kepala BEI Sumut itu.
Profit taking juga menjadi momentum bagi investor untuk merefleksikan pentingnya disiplin. Menetapkan target keuntungan dan batas risiko sejak awal adalah kunci untuk menghindari keputusan emosional.
“Koreksi yang dialami IHSG di akhir Oktober sesungguhnya mengajarkan kita bahwa mengambil untung adalah bagian dari perjalanan, bukan akhir dari cerita. Setelah setiap aksi profit taking, selalu ada peluang baru yang lahir bagi mereka yang percaya bahwa pasar saham selalu bergerak menuju nilai sejatinya,” tutupnya.(Siong)

