Medan, SeputarSumut – Jumlah warga yang hidup dalam kemiskinan di Sumatra Utara (Sumut) pada Maret 2025 menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan September 2024.
Data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut pada Maret 2025 mencatat bahwa penduduk miskin di Provinsi Sumut berjumlah 1.140,25 ribu orang atau setara dengan 7,36% dari total populasi di Provinsi Sumut.
Sedangkan, pada September 2024, jumlah penduduk yang terjebak dalam kemiskinan tercatat sebanyak 1.110,92 ribu orang atau sekitar 7,19%.
“Tetapi jika dibandingkan bulan Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Maret 2025 ini mengalami penurunan sebanyak 87,8 ribu orang atau 0,63% poin,” ujar Statistisi Ahli Utama BPS Sumut, Misfaruddin, saat memaparkan Berita Resmi Statistik, Jumat (25/7/2025).
Jika diperhatikan dari segi lokasi hunian, Misfaruddin menyatakan, jumlah orang miskin antara September 2024 hingga Maret 2025 di kawasan kota meningkat sebanyak 12,8 ribu orang, sementara di kawasan desa bertambah sebanyak 16,6 ribu orang.
“Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan mengalami peningkatan,” sebutnya.
Misfaruddin mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di Sumut antara bulan September 2024 hingga Maret 2025.
Contohnya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun 2025 yang tercatat masih mencapai 4,76% (tahun ke tahun), namun angka tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan ketiga tahun 2024 yang mencapai 5,20% (tahun ke tahun).
Selanjutnya, pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga pada triwulan pertama tahun 2025 juga terpantau lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi pada triwulan ketiga tahun 2024.
“Selain itu, cakupan program Makan Bergizi Gratis yang hingga Maret 2025 belum luas dan turunnya produksi tanaman sawit karena masuk musim trek buah juga menjadi faktor yang mempengaruhi,” sebutnya.
Lebih jauh Misfaruddin menerangkan, jika dilihat berdasarkan pengeluaran penduduk per kapita, maka yang disebut penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran
konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Pada Maret 2025, garis kemiskinan
di Sumut sebesar Rp666.546,- per kapita per bulan.
Untuk daerah perkotaan, garis
kemiskinannya sebesar Rp694.542- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp630.844,- per kapita per bulan.
Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan September 2024 (Rp648.336,-/kapita/bulan), garis kemiskinan Sumut naik sebesar 2,81%.
Garis kemiskinan di daerah perkotaan naik 2,98% dan garis kemiskinan di perdesaan juga naik sebesar 2,67%.
Pada Maret 2025, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap garis
kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama.
Beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan baik di perkotaan (21,27%) maupun di perdesaan (29,09%).
Empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar garis kemiskinan di perkotaan adalah rokok kretek filter (11,58%), tongkol/tuna/cakalang (4,80%), telur ayam ras (4,33%), dan daging ayam ras (3,69%).
“Demikian juga di perdesaan,
empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan adalah rokok kretek filter (8,98%), tongkol/tuna/cakalang (3,73%), telur ayam ras (3,54%) dan cabe merah (3,39%),” sebutnya.
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan baik di perkotaan (6,45%) maupun di perdesaan
(5,94%).
Empat komoditi bukan makanan lainnya penyumbang terbesar garis kemiskinan di perkotaan adalah bensin (3,61%), listrik (2,95%), biaya pendidikan (2,36%), dan perlengkapan mandi (1,24%).
Sedangkan di perdesaan, empat komoditi bukan makanan lainnya penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan adalah bensin (3,08%), biaya pendidikan (1,86%), listrik (1,61%), dan perlengkapan mandi (1,20%).(Siong)