Medan, SeputarSumut – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini naik seratus poin, atau bahkan ditutup melemah di level 7.950, adalah kalimat yang sering terdengar saat kita menyalakan televisi atau membuka portal berita keuangan. Bagi sebagian besar masyarakat, frase-frase ini mungkin terdengar rumit dan terkesan jauh dari kehidupan sehari-hari. Padahal, pergerakan naik-turunnya IHSG adalah representasi paling sederhana dari denyut nadi ekonomi nasional yang bergerak seiring dengan psikologi para pelaku pasar di dalamnya.
IHSG dapat dipahami sebagai cermin yang merefleksikan seluruh pergerakan saham yang diperdagangkan secara kolektif di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kepala PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Utara di Medan, M. Pintor Nasution, menjelaskan bahwa pasar saham memiliki prinsip kerja yang sederhana. “Jika diibaratkan pasar tradisional, IHSG adalah harga rata-rata dari seluruh dagangan. Ketika banyak pembeli bersemangat ingin memiliki barang, harga rata-rata (IHSG) akan naik. Sebaliknya, ketika penjual mendominasi pasar, indeks pun akan terkoreksi,” terang M. Pintor Nasution di Medan, Kamis (16/10/2025). Prinsip dasar ini berlaku di dunia saham, di mana optimisme investor mendorong pembelian dan kenaikan IHSG, sedangkan sentimen negatif memicu aksi jual dan penurunan indeks.
Keputusan investor tidak selalu didasarkan pada perhitungan data ekonomi murni. Emosi manusia, seperti rasa harapan dan takut, turut memengaruhi pergerakan IHSG secara signifikan. Rasa percaya diri para pelaku pasar akan meningkat ketika muncul berita positif, seperti stabilitas suku bunga, pertumbuhan ekonomi yang kuat, atau peningkatan laba pada perusahaan besar. Pembelian saham yang didorong oleh keyakinan masa depan ekonomi cerah akan membuat IHSG menanjak. Namun, IHSG akan tertekan dan melemah sebaliknya, ketika kabar negatif, seperti konflik global, inflasi melonjak, gejolak politik, atau ancaman resesi global, menyebabkan kecemasan dan kepanikan, mendorong investor menjual aset untuk menyelamatkan dana mereka.
Sama seperti kehidupan, pasar saham tidak pernah bergerak dalam garis lurus. Fluktuasi pasar saham adalah dinamika yang sangat wajar terjadi. Fase naik dan turun yang terjadi dalam dunia investasi dikenal dengan istilah volatilitas, dan justru hal inilah yang menciptakan peluang bagi investor cerdas. “Bagi investor berpengalaman, penurunan harga (IHSG) dilihat sebagai kesempatan untuk mengakumulasi saham-saham bagus dengan harga diskon. Sementara saat harga naik, mereka tinggal menikmati hasil dari kesabaran dan strategi yang telah diterapkan jangka panjang,” kata M. Pintor Nasution.
Bagi mereka yang memahami esensinya, naik-turunnya indeks bukanlah sebuah bencana yang harus dihindari. M. Pintor Nasution mengingatkan bahwa pergerakan IHSG dalam jangka pendek bisa terasa menegangkan, terutama ketika angka-angka di layar berubah dengan cepat. Namun, dalam jangka panjang, arah indeks selalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak pendiriannya, pasar saham Indonesia telah terbukti tangguh, mampu bangkit dan tumbuh lebih tinggi meski telah melewati berbagai krisis, mulai dari pandemi global, krisis moneter 1998, hingga ketegangan geopolitik. Inilah yang membuktikan bahwa faktor waktu adalah kunci utama bagi investor yang disiplin dan sabar.
“Cara paling sederhana untuk menghadapi naik-turunnya IHSG adalah dengan mengubah cara pandang kita terhadap investasi,” M. Pintor Nasution menekankan. Prinsip sederhana cost averaging menjadi strategi efektif dalam menghadapi fluktuasi pasar, di mana investor membeli lebih banyak saham yang telah dianalisis dengan harga murah saat IHSG turun, dan nilai investasi tumbuh saat indeks naik.
Penting juga untuk melakukan diversifikasi agar risiko dapat ditekan. Diversifikasi berarti tidak menempatkan seluruh dana pada satu saham atau satu sektor industri tertentu. Risiko investasi dapat diminimalkan dengan menyebarkan investasi ke berbagai instrumen lain, seperti obligasi, reksa dana, dan emas, atau ke berbagai jenis saham berbeda. “Tidak ada investor, sehebat apapun, yang bisa menebak pergerakan pasar dengan tepat setiap waktu. Yang bisa kita lakukan adalah disiplin, memiliki strategi yang matang, dan bersiap menghadapi segala kemungkinan,” tambahnya.
Maka dari itu, M. Pintor Nasution mengimbau masyarakat untuk tidak serta-merta khawatir saat melihat berita bahwa IHSG mengalami penurunan hari ini. Naik-turun adalah bagian yang tak terhindarkan dari perjalanan pasar. Pergerakan ini, layaknya ombak di lautan, tidak dapat dihentikan, tetapi dapat dimanfaatkan dan dipahami maknanya. Fokus utama seharusnya bukan pada menebak kapan gelombang datang, melainkan bagaimana belajar menavigasi di atasnya.
Satu hal yang pasti, meskipun IHSG akan terus fluktuatif mengikuti irama ekonomi dan sentimen manusia, arah jangka panjangnya akan tetap menanjak selama masyarakat dan ekonomi Indonesia terus berinovasi, tumbuh, dan memiliki tujuan yang optimis. “Maka, jangan takut pada volatilitas. Belajarlah memahami maknanya, karena di balik setiap pergerakan angka, tersimpan kisah besar tentang pertumbuhan, harapan, dan masa depan bangsa,” tutup M. Pintor Nasution.(Siong)