Jakarta, SeputarSumut – Pemerintah Jepang telah mengeluarkan peringatan kepada seluruh warganya yang berada di Tiongkok. Mereka diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghindari keramaian publik. Langkah ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik antara kedua negara, yang dipicu oleh pernyataan Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi mengenai isu Taiwan.
Kemarahan Beijing tersulut setelah pernyataan PM Takaichi di depan parlemen Jepang baru-baru ini. Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa Tokyo berpotensi mengirim pasukan ke Taiwan seandainya wilayah tersebut diserang, memicu reaksi keras dari Tiongkok.
Peringatan dari kedutaan Jepang di Tiongkok ini muncul segera setelah respons Beijing. Kementerian Luar Negeri Tiongkok secara terbuka mendesak agar PM Takaichi segera mencabut pernyataan kontroversialnya. Namun, juru bicara pemerintah Jepang, Minoru Kihara, menegaskan bahwa Tokyo saat ini tidak memiliki niat untuk menuruti permintaan tersebut.
Menurut keterangan resmi dari Tokyo, posisi yang disampaikan oleh Takaichi konsisten dan tidak menyimpang dari sikap Jepang selama ini terhadap masalah tersebut. “Terkait respons PM Takaichi, itu tidak mengubah posisi pemerintah saat ini,” ujar Kihara, sebagaimana dilansir oleh The Straits Times.
Sejak pernyataan tersebut dilontarkan oleh PM Takaichi, Tiongkok gencar melancarkan upaya penekanan terhadap Tokyo agar menarik kembali pernyataan yang telah memicu kemarahan itu.
Reaksi Tiongkok tidak hanya berhenti di ranah diplomatik. Terdapat upaya untuk menekan Jepang secara ekonomi dan budaya. Tiongkok dikabarkan meminta warganya untuk tidak bepergian ke Jepang. Padahal, turis Tiongkok merupakan kontributor besar, menyumbang hampir seperempat dari total keseluruhan wisatawan asing.
Permintaan untuk memboikot perjalanan ini diprediksi akan berdampak besar pada sektor ekonomi Jepang, terbukti dengan mulai menurunnya saham-saham di sektor pariwisata negara tersebut. Di ranah budaya, hubungan Tokyo-Beijing semakin memanas setelah para distributor film di Tiongkok memutuskan untuk menghentikan penayangan dua film asal Jepang.
Pihak lembaga penyiaran Tiongkok, CCTV, bahkan menyebut keputusan penghentian tayang pada 17 November malam tersebut sebagai “keputusan yang bijak”, mengingat adanya sentimen negatif yang memburuk dari para penonton di dalam negeri. Beberapa film Jepang yang rencananya akan ditayangkan dalam beberapa minggu ke depan, seperti Crayon Shin-chan The Movie: Super Hot! Scorching Kasukabe Dancers dan Cells At Work!, terpaksa tidak tayang sesuai jadwal.
Sebagai akar masalah, ketegangan antara Tiongkok dan Jepang ini berawal dari pidato Takaichi di hadapan anggota parlemen Jepang pada bulan Oktober. Saat itu, Takaichi mengungkapkan skenario di mana serangan Tiongkok ke Taiwan bisa mengancam kelangsungan hidup Jepang dan memicu respons militer dari Tokyo.
Dalam pidatonya, Takaichi dengan jelas menyatakan, “Jika keadaan darurat di Taiwan melibatkan kapal perang dan penggunaan militer, maka itu bisa dianggap sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang,” demikian kutipan dari AFP.
Diperkirakan, jika serangan besar-besaran Tiongkok ke Taiwan benar-benar terjadi, hal ini tidak hanya akan mengganggu rantai pasokan global, tetapi juga dapat memperkuat posisi militer Negeri Tirai Bambu secara signifikan terhadap Jepang. Ketergantungan Jepang pada rute maritim untuk perdagangan mencapai 99 persen, menjadikan situasi ini sangat vital bagi Tokyo.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Tiongkok telah menegaskan bahwa mereka tidak akan menoleransi komentar yang disampaikan oleh Takaichi. Di sisi lain, seorang diplomat Tiongkok yang bertugas di Jepang bahkan sempat memposting komentar bernada ancaman yang secara spesifik ditujukan kepada Takaichi di media sosial.
Tokyo memberikan kritik keras terhadap postingan diplomat tersebut, tetapi serangan komentar pedas yang diarahkan kepada PM Takaichi terus berlanjut di media pemerintah Tiongkok.
Terkait himbauan keamanan yang dikeluarkan, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Minoru Kihara, pada 18 November menjelaskan alasannya: “Kami membuat penilaian dengan pertimbangan atas situasi keamanan di negara itu, serta kondisi politik dan sosial,” ujarnya.(*/cnni)
