Lembah Batangtoru di Tapanuli Selatan (Tapsel) bukan sekadar lanskap geografis yang dihiasi perbukitan dan sungai yang mengalir deras. Lembah ini adalah kanvas hijau yang membentang di bawah bayangan Gunung Lubukraya, di mana Sungai Batangtoru mengalir membelah bukit-bukit kapur, menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat. Ia adalah panggung pertempuran antara tradisi dan modernitas, antara potensi alam yang melimpah dan potensi manusia yang terpendam.
Di tengah nuansa alam yang memukau, di mana udara masih terasa sejuk, aroma tanah basah dan rempah mendominasi, terdapat masyarakat yang berjuang menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan pelestarian budaya. Di sini, di jantung Sumatera Utara, sebuah kisah epik kemandirian sedang ditulis, tidak dengan tinta emas, melainkan dengan tetesan malam pada kain batik dan sapuan kuas make up di wajah para perempuan lokal.
Shanty Budi Lestari, sang perajin batik yang gigih, dan Srilinna Yanti Galingging, Make Up Artist (MUA) yang merintis karir profesional, adalah simbol nyata dari perubahan ini. Keduanya mewakili lebih dari sekadar pelaku usaha, mereka adalah ujung tombak dari Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) PT Agincourt Resources (PTAR), sebuah inisiatif yang berupaya memecah mindset ketergantungan terhadap sektor tunggal dan menggantinya dengan visi wirausaha yang berkelanjutan. Inilah narasi tentang bagaimana harmonisasi dukungan korporasi, kearifan lokal Dalihan Natolu (Tungku Tiga Batu), dan semangat komunitas mampu menciptakan kemandirian yang bernilai.
Merajut Budaya: Perjuangan Batik Tapsel Menemukan Jati Diri di Tengah Tantangan SDM Lokal
Perjalanan Batik Tapsel, yang secara resmi dimulai pada tahun 2016, adalah kisah yang penuh dengan perjuangan adaptasi budaya dan teknis yang tidak mudah. Kerajinan adiluhung yang identik dengan budaya Jawa ini harus berhadapan dengan realitas Tapsel yang didominasi oleh kultur Batak Mandailing dan Angkola. Budaya membatik praktis adalah hal baru di tengah masyarakat, dan inilah yang menghadirkan hambatan terbesar bagi perkembangannya.
Shanty Budi Lestari, pelaku UMKM Batik dari Kelurahan Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, menceritakan bahwa hambatan paling mendasar ada di isu Sumber Daya Manusia (SDM). Saat pertama kali dimulai, workshop yang sederhana itu dipenuhi kekakuan. Ia menjelaskan bahwa kerajinan batik merupakan keahlian yang biasa dilakukan orang di Pulau Jawa, sementara di daerah Mandailing dan Angkola, para ibu-ibu sama sekali belum mengetahui tentang proses membatik.

CAPTION: Mengatasi Tantangan SDM dari Nol. Shanty Budi Lestari memimpin pelatihan membatik yang gigih. Berkat pendampingan PTAR, Shanty berhasil melatih ibu-ibu hingga mahir dan mengubah mindset ketergantungan menjadi semangat kewirausahaan yang kini memberi penghidupan layak bagi 18 pekerja lokal.(Ist)
Hal ini menuntut upaya edukasi yang luar biasa sabar dan detail. Timnya harus mengajari setiap tahapan membatik, mulai dari cara memegang canting dengan benar, teknik melukis malam yang stabil agar tidak bocor di kain, proses nglorod (pelepasan malam) yang harus tepat suhu, hingga pewarnaan, seolah mengajari dari lembar kosong. Fase penyesuaian ini memakan waktu dan membutuhkan konsistensi tinggi.
“Kendala utamanya, kita harus mengajari para ibu-ibu yang ada di sekitar sini membatik mulai dari nol hingga mereka memang benar-benar mahir dalam proses membatik. Itu membutuhkan waktu dan kesabaran ekstra, karena membatik bukan hanya skill tetapi juga soal rasa dan ketenangan tangan,” ujar Shanty, menekankan skala kesulitan dalam menciptakan tenaga kerja terampil di sektor yang benar-benar baru di wilayah tersebut.
Setelah melalui fase pendampingan awal oleh salah satu perbankan dan Pemkab Tapsel pada 2017, babak baru dibuka pada 2019 dengan dukungan PTAR, yang kemudian dilanjutkan secara intensif pada 2021 pasca pandemi. Dukungan PTAR sangat komprehensif, mencakup dua spektrum utama: teknis produksi dan administrasi pemasaran.

CAPTION: Jaminan Kualitas Menuju Sentra Industri Kreatif. Pelatihan ini memastikan Batik Tapsel memiliki jaminan mutu (pewarnaan alami) dan legalitas (pendaftaran HAKI dan merek dagang). Kemitraan ini mencerminkan strategi PTAR, di mana 83% pelaku UMKM dampingan telah naik level ke tingkat Madya.(Ist)
Di sisi produksi, pelatihan dasar pewarnaan sintetis menjadi langkah awal untuk menjamin kuantitas produk yang stabil. Peningkatan kualitas kemudian dilakukan melalui pelatihan pewarnaan alami, yang strategis untuk mengangkat nilai jual produk premium dan ramah lingkungan. Di sisi administrasi, tim didampingi dalam pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan merek dagang, sebuah langkah penting yang mengamankan kekayaan motif lokal mereka dari potensi plagiarisme.
Tantangan kedua yang diatasi PTAR adalah isu pemasaran. Sebagai batik perintis di Tapanuli Selatan, produk mereka belum memiliki nama besar dan sulit bersaing dengan produk Jawa yang sudah mapan. Shanty mengakui, Batik Tapsel pada saat itu “belum begitu dikenal”.
PTAR mengatasi hal ini dengan strategi promosi yang berani, yaitu membantu dalam segi pemasaran melalui kegiatan fashion show pada 2023 dan 2024 di tingkat regional. Dampak fashion show ini sangat besar karena berhasil mengangkat Batik Tapsel dari skala lokal menjadi brand yang dikenal luas, meningkatkan kepercayaan diri Shanty dan timnya.
Keputusan Shanty untuk menerima kerja sama dengan PTAR didasari oleh kebutuhan yang sangat nyata, yaitu mengatasi masalah SDM dan pemasaran yang berkelanjutan. Shanty memiliki harapan besar terhadap dukungan ini.
“Membantu untuk meningkatkan jumlah SDM dan memperluas pasar. Kerja sama ini adalah jembatan untuk mengatasi keterbatasan yang kami miliki,” harapnya.
Peningkatan Kapasitas dan Ekspansi Pasar: Transformasi Finansial dan SDM
Dampak dukungan PTAR tidak hanya terasa di workshop, tetapi juga dalam angka bisnis dan strategi penjualan. Strategi penjualan diperkuat melalui Bagas Silua, pusat pemasaran UMKM yang dikelola PTAR. Fasilitas ini menjadi solusi cerdas untuk masalah aksesibilitas karena lokasinya yang strategis di jalan utama Batang Toru, yang lebih mudah dijangkau oleh para konsumen yang melintas menuju Sibolga atau daerah lain.
Selain itu, promosi diperkuat oleh program internal PTAR sendiri. Shanty menyebutkan adanya kunjungan plan visit PTAR, di mana “setiap minggu minimal 20 orang” dari luar daerah diarahkan ke Bagas Silua. Konsumen dari luar daerah secara konsisten diperkenalkan kepada produk lokal, menciptakan pasar yang stabil dan berkelanjutan. Shanty menambahkan bahwa produk yang paling diminati saat ini adalah batik cap, karena memiliki motif dan corak yang unik, namun dengan harga yang terjangkau.

CAPTION: Filosofi Dalihan Natolu dalam Warna Kontemporer. Motif cerah ini adalah interpretasi visual dari Dalihan Natolu yang melambangkan tiga pilar relasi kekerabatan Batak. Filosofi ini menjadi semangat dalam membangun jejaring, solidaritas, dan kemandirian UMKM yang didukung PTAR.(Ist)
Transformasi paling mencolok terlihat pada peningkatan pendapatan. Shanty melaporkan kenaikan omset yang sangat signifikan, mencapai 100%. Pendapatan yang awalnya berkisar Rp60-70 juta di awal produksi, kini telah meningkat tajam.
“Setelah didampingi oleh PTAR, itu bisa mencapai 120-150 juta/tahun. Peningkatan ini sangat terasa dalam mengamankan keuangan rumah tangga,” jelas Shanty.
Angka ini merefleksikan peningkatan kesejahteraan dan keamanan finansial bagi rumah tangga para pekerja. Peningkatan omset ini sejalan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja, dari 6 menjadi 8 pembatik langsung. Tenaga kerja di bidang non membatik bertambah menjadi 10 orang yang memproduksi produk turunan batik, seperti tas dan pouch. Total 18 orang kini mendapatkan penghidupan layak dari industri kreatif ini, jauh dari ketergantungan pada sektor tambang.
Batik Tapsel juga kini memiliki HAKI untuk motif dan sertifikat untuk mengajar batik dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta. “Itu diperoleh setelah didampingi oleh PTAR. Sertifikat mengajar ini membuka peluang baru bagi kami untuk menjadi pelatih dan memperluas dampak,” tegasnya.

CAPTION: Mengangkat Komoditas Lokal dengan Sentuhan Premium. Motif yang elegan ini mengangkat Salak Sibakkua sebagai salah satu komoditas unggulan Batangtoru, menunjukkan konsistensi Batik Tapsel mengintegrasikan kekayaan alam lokal ke dalam produk bernilai jual tinggi.(Ist)
Visi Shanty melampaui bisnis semata, ia melihat usahanya sebagai solusi sosial ekonomi. Shanty sendiri memiliki mindset wirausaha yang kuat sejak awal, dan semangat ini ia tularkan kepada kaum ibu di lingkungan lingkar tambang. Ia menjelaskan bahwa banyak ibu rumah tangga di sekitarnya yang awalnya berniat melamar pekerjaan di tambang namun tidak memiliki skill memadai. Melalui Batik Tapsel, mereka dilatih hingga mahir.
“Mereka bisa menghasilkan uang dari kegiatan membatik ini tanpa mengharapkan pekerjaan lagi dari tambang emas waktu itu. Ini benar-benar upaya menanamkan kemandirian yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Sentuhan Profesional: Mengubah Hobi Menjadi Karir Berkelas dan Personal Branding
Di sisi lain, kisah Srilinna Yanti Galingging, pelaku Make Up Artist (MUA) di Kelurahan Aek 1, adalah kisah tentang menemukan potensi di tengah tingginya permintaan jasa rias di wilayah lingkar tambang, di mana MUA profesional masih sedikit. Ia melihat bidang ini punya “peluang besar” untuk berkembang, terutama karena “masih sedikit MUA yang profesional,” terangnya.
Tantangan Srilinna sebelum dukungan PTAR lebih bersifat personal dan profesional, kurangnya kepercayaan diri untuk bersaing dengan MUA dari luar daerah dan minimnya pengetahuan tentang cara membangun personal branding yang efektif di media sosial.
Dukungan PTAR hadir melalui pelatihan yang fokus pada teknik rias pengantin dan manajemen usaha jasa. Srilinna belajar mendetail mulai dari teknik complexion yang tahan lama untuk iklim tropis Tapsel, pemilihan produk kosmetik yang berkualitas, hingga cara melayani klien dengan etika dan profesionalitas yang tinggi.
Sesi pelatihan ini tidak hanya teori, mereka menghabiskan waktu berjam-jam praktik di depan cermin, mengoreksi blending warna, dan memastikan riasan mata tampil sempurna dan sesuai dengan adat pengantin setempat. Latihan intensif ini mengasah kemampuannya hingga mampu menghasilkan riasan yang ‘pangling’ namun tetap natural.

CAPTION: Srilinna MUA: Mengubah Hobi Jadi Karir Berkelas. Srilinna Yanti Galingging kini percaya diri bersaing berkat pelatihan PTAR yang mengasah teknik rias dan manajemen usaha. Hasil riasannya yang rapi, tahan lama, dan sesuai karakter wajah membuat kliennya melonjak, membuktikan bahwa investasi pada skill adalah investasi terbaik.(Ist)
“Pendampingan dari mentor juga sangat membantu membangun rasa percaya diri. Saya belajar bukan hanya teknik merias, tetapi juga bagaimana berinteraksi dengan calon pengantin yang sensitif, memahami keinginan mereka, dan menuangkannya menjadi hasil riasan yang memuaskan,” tuturnya.
Kualitas jasanya kini meningkat tajam, sering dipuji klien karena hasil riasan yang rapi, tahan lama, dan sesuai karakter wajah. Ia kini mampu mengatur waktu dan menghitung biaya jasa secara profesional, membuatnya sering merias pengantin di dalam dan luar wilayah lingkar tambang. Peningkatan pendapatan terlihat dari jumlah klien yang melonjak, terutama di musim wisuda dan pernikahan.
“Dulu hanya 1–2 orang per minggu, sekarang bisa sampai 5–6 orang bahkan lebih. Tarif jasa juga naik seiring peningkatan kualitas dan kepercayaan klien. Ini membuktikan bahwa investasi pada skill adalah investasi terbaik,” jelas Srilinna.
Srilinna juga aktif menggunakan media sosial seperti Instagram dan Facebook untuk promosi. Ia rutin mengunggah hasil makeup, video before-after, dan reels agar lebih menarik, yang membuat kliennya kini meluas ke kecamatan lain bahkan luar daerah. Ia berhasil memperluas jejaring secara signifikan, memiliki relasi dengan beberapa Wedding Organizer dan sesama MUA, sehingga bisa saling berbagi klien dan informasi pekerjaan.
Mengukir Ciri Khas dan Etika Bisnis
Srilinna tidak hanya fokus pada teknis merias, tetapi juga pada dampak sosial dan etika bisnis. Ia percaya makeup bukan hanya soal penampilan, tetapi juga soal kepercayaan diri, dan bangga karena banyak perempuan merasa lebih percaya diri setelah dirias. Ia juga mulai memberdayakan lingkungan sekitar, mengajak adik dan teman-temannya yang tertarik di bidang rias.
“Harapannya mereka juga bisa punya keahlian dan membuka jasa sendiri nantinya, sehingga manfaat ini menyebar luas,” imbuhnya, setelah mengajak mereka belajar membantu sebagai asisten.
Dalam hal persaingan, Srilinna menjunjung tinggi etika. Kompetisi sehat itu penting untuk saling mendukung, bukan menjatuhkan. “Kami sering berbagi ilmu atau tips makeup dasar kepada MUA lain dan beberapa kali berkolaborasi dalam acara besar, menjaga komunitas MUA tetap kompak,” katanya.
Pelajaran paling berharga yang ia dapat dari program PTAR tentang personal branding adalah bahwa menjadi MUA adalah soal membangun kepercayaan dan citra profesional melalui komunikasi yang sopan, pelayanan ramah, dan konsistensi gaya rias.
“Branding bukan hanya tampilan di media sosial, tapi juga pengalaman klien saat dirias, dari awal hingga akhir proses,” pungkasnya.
Ia kini dikenal sebagai MUA lokal yang rapi, ramah, dan hasil makeup-nya “pangling tapi tetap natural.” Srilinna juga mengadaptasi budaya lokal dengan terinspirasi dari warna-warna lembut, emas, dan merah bata dari adat dan kain ulos Tapsel, yang ia padukan dalam riasan.
“Mengangkat unsur lokal itu penting supaya klien merasa lebih bangga dengan daerahnya sendiri,” tutupnya.
Srilinna juga berkomitmen pada praktik ramah lingkungan, seperti menggunakan kembali wadah kosmetik dan mengumpulkan limbah terpisah, sebuah kesadaran yang muncul setelah mendapat edukasi singkat dari PTAR.
Harmoni Tiga Batu: Kemandirian Komunitas di Arus Sungai Garoga
Kemandirian di Tapsel bergerak dalam bingkai kearifan lokal, selaras dengan filosofi Dalihan Natolu (Tungku Tiga Batu) yang menjadi landasan harmoni Batak. Kemandirian ini melibatkan tiga pilar: masyarakat, pemerintah desa, dan korporasi, yang bekerja sama menopang kesejahteraan bersama.
Risman Rambe, Kepala Desa Garoga I, menegaskan bahwa PTAR selalu menyelaraskan Program PPM dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa). Kades Garoga I menyoroti peran PTAR dalam mengatasi defisit anggaran Pemkab Tapsel. Ia menjelaskan bahwa usulan di RPJM Desa seringkali tidak mampu direalisasikan Pemda.
“PTAR mengalokasikan dana PPM-nya ke Desa Garoga, mengisi celah kebutuhan yang tidak dapat dicapai oleh APBD,” terangnya.
Sebagai contoh nyata, baru-baru ini telah selesai dikerjakan rehabilitasi bendungan irigasi Sungai Garoga senilai Rp360 juta. Sebelum direhabilitasi, saluran irigasi kerap tersumbat dan sawah-sawah di ujung jalur terancam gagal panen setiap musim kemarau. Kini, kondisi berubah drastis.

CAPTION: Mengisi Celah Anggaran dan Kebutuhan Desa. Risman Rambe, Kepala Desa Garoga I, meninjau langsung lokasi bendungan. Proyek senilai Rp360 juta yang direalisasikan PTAR menunjukkan sinergi Dalihan Natolu dalam mengisi defisit anggaran Pemda dan mendukung ketahanan pangan di empat desa.(Ist)
Proyek vital ini sudah diusulkan ke kabupaten namun dapat direalisasikan oleh PTAR karena adanya defisit anggaran Pemda Tapsel. Risman Rambe merinci, bendungan ini pemanfaatannya oleh 4 desa yaitu: Desa Garoga, Desa Hutagodang, Desa Batuhoring, dan Desa Aekngadol Sitinjak. Proyek ini memiliki dampak multiplier sangat besar bagi ketahanan pangan di empat wilayah tersebut, memastikan air mengalir lancar ke ratusan hektar sawah.
Proses penetapan prioritas program sangat partisipatif dan transparan. PTAR bermusyawarah langsung dengan masyarakat sebelum program direalisasikan, meninjau langsung ke lokasi yang diusulkan, dan memastikan faktor pemanfaatan yang lebih menguntungkan masyarakat daripada merugikan.
Di luar infrastruktur fisik, fokus juga diarahkan pada lingkungan dan konservasi. Program Ecobrick dan Bank Sampah dihidupkan untuk mengatasi masalah limbah plastik. Selain itu, program konservasi Lubuk Larangan di sungai melestarikan habitat ikan jurung. Ini adalah praktik adat yang disokong PTAR yang mengatur kapan ikan boleh dipanen, sehingga menjaga populasi ikan dan menghasilkan pendapatan desa.

CAPTION: Melestarikan Alam, Menguatkan Ekonomi Lokal. Program konservasi Lubuk Larangan adalah praktik adat yang disokong PTAR. Kegiatan ini menjaga populasi ikan jurung di Sungai Garoga sekaligus menghasilkan pendapatan berkelanjutan bagi desa, selaras dengan semangat Martabe Social Enterprise.(Ist)
Kades Garoga I juga menyoroti potensi lain, pariwisata. Sungai Garoga kini tengah dipersiapkan menjadi wisata air. “PTAR sudah bekerja sama dengan Pemdes Garoga dan sudah mendatangkan Konsultan dari Jakarta untuk melakukan survei menelusuri Sungai Garoga,” terangnya, menunjukkan perencanaan yang serius dan terukur untuk diversifikasi ekonomi desa.
PTAR turut memperkuat ekonomi lokal melalui kerja sama dengan lembaga dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemda Tapsel. Dinas Lingkungan Hidup telah menanam pohon dan membuat taman terbuka di bantaran sungai.
Dinas Perikanan juga sudah bekerja sama dengan BUMDes dengan kolam ikannya, begitu juga Dinas Pariwisata yang membuat master plan untuk kegiatan wisata kuliner dengan masakan lokal dan memanfaatkan lokasi taman terbuka desa.
Kades Risman menilai strategi tambang membangun bisnis masa depan sangat menjanjikan karena PTAR tidak mau programnya gagal dan terus mendorong masyarakat untuk mandiri.
“Intinya kekompakan seluruh elemen desa dengan PTAR terus terbina. Kejituan PTAR yang selalu memanfaatkan profil Desa dalam perencanaan adalah kuncinya,” ujarnya.
Ia mengakui tantangan terbesarnya adalah mindset masyarakat yang “masih susah untuk merubah kebiasaan” dari ketergantungan menjadi kemandirian penuh.
Visi Korporasi dan Ekosistem Martabe: Mengukir Masa Depan Berkelanjutan
Rohani Simbolon, Manager Community Development PT Agincourt Resources, menjelaskan bahwa kemandirian ekonomi adalah pilar utama PPM.
Ia menegaskan, program perusahaan berpedoman pada Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1824K/39/EM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan PPM dan diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat serta misi pembangunan berkelanjutan.
Strategi program diarahkan untuk menjawab kebutuhan prioritas dan tren yang berkembang. Sebagai contoh, untuk mengatasi masalah pemasaran, PTAR membekali masyarakat dengan digital marketing dan pendampingan online.
“Tahun ini kami memusatkan strategi pemasaran melalui Bagas Silua. Bagas Silua kami pusatkan menjadi pusat pemasaran secara offline dan online untuk menjangkau pasar yang lebih luas di Sumatera Utara dan sekitarnya,” jelasnya.
Data membuktikan keberhasilan strategi ini. Dari sekitar 50 pelaku UMKM yang didampingi, 83% naik level ke level Madya, dan peningkatan pendapatan pelaku usaha rata-rata mencapai 24%.
Rohani Simbolon merinci, 32 pelaku dengan total 62 jenis produk telah diterima di pemasaran lokal maupun regional. Kenaikan level UMKM tersebut diukur dari indikator ketat, termasuk kemandirian kompetensi, quality control, konsistensi kualitas dan kuantitas pemasaran, peningkatan aset, dan penciptaan lapangan kerja baru.
Untuk memastikan program relevan dan terintegrasi, PTAR bekerja secara sinergis. Setiap sektor program merupakan bagian dari Tujuan Pembangunan Daerah dan nasional, sehingga program dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait secara berkala.
“Setiap tahun sebelum memulai program baru, kami selalu duduk bersama untuk membahas apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan,” kata Rohani Simbolon, merujuk pada Workshop Sinkronisasi Program PPM bersama Stakeholder Pemerintah Daerah dan 15 Desa Lingkar Tambang. Pertemuan ini memastikan program PTAR sejalan dengan visi Pemda.
Tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan juga selaras dengan yang diungkapkan di lapangan. “Tantangan terbesar adalah mengubah mindset bahwa pekerjaan atau penghidupan yang lebih baik hanya bekerja di perusahaan, dalam hal ini konsistensi berusaha masih belum kuat. Kami harus terus menerus menanamkan jiwa kewirausahaan,” kata Rohani Simbolon.
Untuk memastikan support system yang berkelanjutan dan sebagai warisan pasca tambang, PTAR membentuk Martabe Social Enterprise. Strateginya adalah memastikan kapasitas, kompetensi, dan keterampilan masyarakat terpenuhi.
“Martabe Social Enterprise ini akan menciptakan peluang bisnis yang menjawab tantangan dimasa depan seperti ketahanan pangan melalui pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan,” pungkasnya, menunjukkan fokus jangka panjang program yang akan terus menopang ekonomi lokal.
Warisan Dalihan Natolu dalam Inovasi Kontemporer
Kemandirian Tapsel mencapai puncaknya pada integrasi warisan budaya ke dalam produk kontemporer. Batik Tapsel melestarikan keanekaragaman Tapanuli Selatan dalam bentuk motif.
Batik Tapsel mengangkat tema dari alam (Sungai Batangtoru), komoditas unggulan (Salak Sibakkua), hingga kebudayaan (Dalihan Natolu). Motif-motif ini bukan hanya hiasan, tetapi narasi visual yang kental dengan filosofi kearifan lokal. Dalihan Natolu melambangkan tiga pilar relasi kekerabatan Batak, yang diinterpretasikan dalam batik sebagai representasi dari pentingnya jejaring dan solidaritas sebagai tiang penyangga bisnis yang berkelanjutan.
Shanty Budi Lestari memastikan inovasi terus berlanjut. Mereka berencana membuat inovasi produk yang melampaui produksi bakal baju, seperti pakaian jadi atau aksesori (topi, scarf, dan selendang), sambil terus melakukan riset tren warna yang akan keluar setiap tahun.
Lebih dari sekadar bisnis, workshop Batik Tapsel juga menjadi pusat edukasi. “Dengan motif yang kental dengan budaya lokal tersebut kita bisa melestarikan budaya kita ke anak muda yang mungkin sudah mulai melupakan budaya itu sendiri,” kata Shanty, sembari menyebut program wisata edukasi bagi para pelajar dan masyarakat umum. Di sana, pelajar bisa belajar membatik, mencium aroma malam, mendengar suara canting, sekaligus mempelajari nilai-nilai budaya yang tergambar di dalam motif batik tersebut.
Kisah Batangtoru adalah blueprint pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh filosofi ESG yang kuat. Dengan kolaborasi yang solid dan strategi yang terarah, program PPM berhasil menumbuhkan wirausaha lokal, mengharmoniskan adat dengan ekonomi modern, dan mengubah mindset ketergantungan menjadi semangat kemandirian. Inilah perwujudan sejati dari tungku tiga batu yang menopang masa depan Tapanuli Selatan. (Siong)
Keterangan Sumber Wawancara
Laporan dan wawancara disusun oleh SeputarSumut.com dengan rincian sebagai berikut:
- Rohani Simbolon (Manager Community Development PTAR): Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2025.
- Srilinna Yanti Galingging (Pelaku UMKM MUA): Wawancara dilakukan pada tanggal 4 November 2025.
- Shanty Budi Lestari (Pelaku UMKM Batik): Wawancara dilakukan pada tanggal 5 November 2025.
- Risman Rambe (Kepala Desa Garoga I): Wawancara dilakukan pada tanggal 7 November 2025.

