seputar-Medan | Para nasabah korban PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) Medan menuding Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia (RI) tidak bertindak secara maksimal melindungi mereka, sehingga manajemen MPAM dapat mengulur waktu pembayaran sekian lama dan tidak sesuai dengan peraturan OJK.
“Indikasi yang ditengarai para nasabah bahwa MP mempermainkan peraturan OJK tersebut dapat dilihat dari kronologi seperti tindakan-tindakan Minna Padi (MP) selama ini, para nasabah melihat jelas adanya indikasi bahwa MP terus mempermainkan peraturan OJK yang berlaku,” sebut Budi, Ketua Forum Nasabah MP Bersatu & Berjuang Kota Medan di Medan, Rabu (19/8/2020).
Pernyataan tersebut diungkapkan Budi terkait pada 14 Agustus 2020 lalu para nasabah melayangkan Surat Pernyataan terbuka yang ditujukan kepada Ketua dan Wakil Ketua Komisi XI DPRI RI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan RI, Direktur PT Minna Padi Asset Management, Direktur Bank Kustodian-Bank Mandiri, dan Direktur Bank Kustodian–Bank Central Asia.
Menurut Budi, surat nasabah itu juga merupakan sanggahan dari surat MP tanggal 13 Agustus 2020, No.129/CM-DIR/MPAM/VIII/2020 yang mengabarkan OJK memberikan respons positif bahwa pembagian tahap II dapat dilaksanakan sepanjang para kedua belah pihak mencapai kata sepakat.
“Inti dari surat tersebut adalah meminta MP tunduk dan taat pada peraturan OJK dan undang-undang yang berlaku dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan konsumen,” tegas Budi.
Lebih jauh menurut Budi, indikasi lainnya bahwa MP mempermainkan peraturan OJK tergambar dari kronologi sebagai berikut, yaitu ketika OJK membubarkan 6 Reksadana Minna Padi sudah tertulis jelas dasar peraturan yang dipakai yaitu POJK NO.23/POJK.04/2016 Pasal 45c dimana pembayaran kepada para nasabah harusnya dilaksanakan sesuai Pasal 47b, yaitu memakai NAB PEMBUBARAN. Juga tertulis jelas jangka waktu pembayarannya.
“Tapi MP berulah minta perpanjangan pembayaran dan dibagi 2 tahap, tgl 11 Maret dan 18 Mei 2020. Pembayaran 11 Maret 2020 sekitar 20 persen sudah dilakukan tapi untuk sisa sekitar 80 persen yang harus diselesaikan 18 Mei 2020 kembali MP berulah,” jelas Budi.
Budi menyebutkan, dalam surat terbuka tanggal 15 Mei 2020, MP mengatakan meminta izin ke OJK untuk membayar “dengan batas kemampuan financial yang dimiliki” yang kemudian ditolak oleh OJK. Dalam surat ke nasabah tanggal 05 Juni 2020, MP juga mengatakan permintaannya ditolak OJK dengan Surat OJK No.S-484/PM.21/2020 dan MP mengirimkan surat lagi ke OJK tanggal 27 Mei 2020.
“Dalam surat terbuka tgl 22 Juni 2020 MP mengabarkan bahwa surat mereka tgl 27 Mei 2020 No.075/CM DIR/MPAM/V/2020 belum dijawab dan kembali MP menyurati OJK tgl 11 Juni 2020 No.079/CM-DIR/MPAM/VI/2020 memohon persetujuan untuk Pelaksanaan Lelang Terbuka Sisa Saham,” jelas Budi.
Budi menambahkan, pada tanggal 05 Agustus 2020, Edy Suwarno (Pemegang Saham Minna Padi Aset Manajemen) dan Eveline Listijosoputra (Komisaris Pemegang Saham Minna Padi Aset Manajemen = Istri Edy Suwarno) mengajukan PKPU diri sendiri ke PN Jakarta Pusat.
“Menurut pendapat nasabah PKPU ini adalah cara untuk menghindari kewajiban sebagai komisaris perusahaan. Pada tanggal 10 Agustus 2020, permohonan PKPU Edy S dan Eveline telah dikabulkan oleh PN Jkt Pusat dan pada tanggal 13 Agustus 2020, MP mengeluarkan surat ke nasabah No.129/CM DIR/MPAM/VIII/2020 mengabarkan OJK memberikan respons positif bahwa pembagian tahap II dapat dilaksanakan sepanjang para pihak mencapai kata sepakat,” tegas Budi. (RIL)
