seputar-Medan | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan Fintech P2P Lending dengan bijak dan aman. OJK mewajibkan masyarakat senantiasa menjaga kerahasiaan dan keamanan data pribadi dan data transaksinya dari pihak-pihak yang tidak terkait dengan bisnis P2P Lending serta tunduk pada peraturan terkait kerahasiaan dan keamanan data.
” OJK senantiasa terus melakukan upaya preventif dalam memberikan perlindungan kepada konsumen yang dilakukan melalui edukasi. Dengan literasi yang baik, maka calon konsumen memahami manfaat dan risiko bertransaksi dengan platform P2P Lending,” kata Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK, Tris Yulianta saat acara pelatihan wartawan wilayah Sumatera Utara ” Mengenal Fintech Lending Sebagai Alternatif Pendanaan Masyarakat di Medan, Senin (28/03/2022).
Tris menyatakan, jika masyarakat memang terpaksa untuk berhubungan platform pinjaman online, maka sebelum melakukan pinjam duit online maka harus mencermati sejumlah hal berikut:
- Pastikan meminjam di perusahaan yang terdaftar di OJK
- Pinjamlah sesuai kebutuhan produktif dan maksimal 30% dari penghasilan
- Lunasi cicilan tepat waktu
- Jangan lakukan gali lobang tutup lobang
- Ketahui bunga dan denda pinjman sebelum meminjam
” OJK juga membatasi akses smartphone yang disebut CAMILA atau ijin akses camera, mic, location,” papar Tris didampingi Direktur Hubungan Masyarakat OJK, Darmansyah, Kepala Kantor OJK Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara, Yusup Ansori, Ketua Bidang IT PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat sekaligus Direktur Utama JPNN.com Auri Jaya dan Sekjen PWI Pusat Hamonang Panggabean.
Lebih dari itu bisnis P2P Lending dipastikan illegal jika meminta ijin untuk akses kontak dan galeri. Penawaran P2P Lending melalui aplikasi WA atau SMS juga dipastikan illegal. Karenanya OJK mewajibkan seluruh penyelenggara bisnis tersebut harus memiliki SNI ISO 27001 tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi.
Tris menjelaskan, OJK mendorong edukasi kepada masyarakat untuk memilih platform P2P Lending legal, menghitung kemampuan membayar pinjaman, meminjam untuk keperluan produktif, dan memahami isi perjanjian khususnya bunga, tenor, denda dan lainnya. Selain edukasi oleh OJK, setiap penyedia platform juga wajib melakukan edukasi dan literasi minimal 10 kali dalam setahun.
” Kita akan terus melakukan upaya preventif dalam memberikan perlindungan kepada konsumen yang dilakukan melalui edukasi. Dengan literasi yang baik, maka calon konsumen memahami manfaat dan risiko bertransaksi dengan platform P2P Lending,” ujarnya.
Menurutnya, data pengguna wajib digunakan penyelenggara bisnis P2P Lending sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dan wajib dilindungi. Kemudian dana milik lender juga wajib disalurkan ke borrower dan dilarang untuk disalahgunakan untuk kegiatan lainnya. OJK juga mewajibkan adanya perlindungan dana pemberi pinjaman dengan fokus ke risiko fraud dan risiko kredit sekaligus menjaga ekspektasi pemberi pinjaman agar merasa aman dan nyaman.
” Dalam kegiatan bisnis P2P Lending tidak boleh ada shadow banking maupun ponzi scheme,” tandas Trias.
Untuk itu, OJK mewajibkan setiap platform memiliki escrow dan virtual account sebagai tempat penyimpan dana. Dana di rekening escrow account T+2 atau (pemberian pinjaman) dan T+1 (saat pengembalian pinjaman). Kemudian penyedia platform wajib mencantumkan informasi terkait tingkat keberhasilan bayar 90 hari sejak jatuh tempo di website dan aplikasi.
Selanjutnya seleksi pengurus penyelenggara bisnis P2P Lending harus memenuhi persyaratan kompetensi dan dilakukan pengujian kelayakannya. Sedangkan untuk proses penagihan OJK mewajibkan tenaga penagihan harus bersertifikat dan wajib menaati ketentuan penagihan dalam code of conduct AFPI.
” Ini sebagai bagian dari perlindungan konsumen yang dilakukan OJK,” pungkas Tris.
Masih kata Tris, dalam pengawasan operasional, OJK mengawasi operasional perusahaan, termasuk terkait dengan aspek perjanjian. Karenanya OJK menganjurkan platform bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk memitigasi risiko.
” Risiko kredit ada di pemberi pinjaman dan dapat dimitigasi dengan membeli jaminan asuransi atau penjaminan kredit,” ungkap Tris.
Tris beralasan, mengingat transaksi platform tidak bertemu fisik, maka dibutuhkan kemampuan memastikan peminjam adalah benar sesuai dengan identitas dengan tanda tangan elektronik yang terverifikasi Dukcapil.
Sebelumnya, platform wajib melakukan scoring dan rekam jejak peminjam, sebab analisis kelayakan pemberian pinjaman dilakukan oleh mesin. Penyelenggara bekerja sama dengan lembaga penyedia data. Dalam hal in, penyelenggara harus mampu melakukan analisis rekam jejak calon peminjam. Data bisa didapat dari LPIP atau Fintech Data Center.
Dalam paparannya Tris menyebutkan, larangan penyelenggara Fintech Lending dalam melakukan kegiatan usaha selain dari layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, bertindak sebagai kreditur (lender) atau debitur (borrower).
Larangan lainnya memberikan jaminan dalam segala bentuk atas pemenuhan kewajiban pihak lain, menerbitkan surat utang,memberikan rekomendasi kepada pengguna; mempublikasikan informasi fiktif dan/atau menyesatkan, melakukan penawaran melalui sarana komunikasi pribadi tanpa seizin pengguna serta mengenakan biaya pengaduan.
Tris juga memaparkan, sesuai data Per 28 Februari 2022, jumlah penyelenggara 102 platform berizin, terdiri dari 95 platform dengan sistem konvensional dan 7 platform dengan sistem syariah. Jumlah penyelenggara 102 platform berizin, terdiri dari 95 platform dengan sistem konvensional dan 7 platform dengan sistem syariah. Akumulasi rekening Borrower sebanyak 76,66 juta dengan rekening aktif 12,41 juta, sedangkan akumulasi rekening lender 846,22 ribu dengan rekening aktif 148,88 ribu.
Dari total Borrower sebanyak 76,66 juta, terdapat sebaran di area Sumut sebanyak 1.609.179 peminjam, tumbuh 51,64% secara tahunan. Akumulasi penyaluran pinjaman Rp 326,35 T (area Sumut Sumut Rp7.35 T, tumbuh 98,64% year on year), dengan nilai outstanding di sebesar Rp34,60 T (area Sumut mencapai Rp865,33 miliar, tumbuh 127,88% year on year). Sedangkan Aset penyelenggara konvensional: Rp4,05 T dan syariah: Rp86,99 M.
Melihat angka data tersebut imbuh Tris, dukungan P2P Lending sangat penting terhadap sektor produktif karena peran sektor industri sebagai salah satu alternatif pendanaan bagi UMKM.
” Dari total pinjaman yang mencapai Rp326,35 T ini, sebanyak 55 persen adalah ke sekor produktif. Nah, semakin tingginya penyaluran pinjaman juga turut menggambarkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan layanan fintech lending dalam rangka memperoleh pendanaan, khususnya pada sektor produktif. Untuk itu, dadirnya industri P2P Lending terus didorong untuk menyasar ke target masyarakat/bisnis unbankable dan underserved,” ujarnya.
Caranya lanjut Tris, OJK mendorong platform P2P Lending menyalurkan pendanaan ke UMKM dan berkontribusi dalam Gernas Bangga Buatan Indonesia. OJK juga mendukung kerja sama platform P2P Lending dengan perbankan dan IJK lainnya.
” arget Pemerintah agar bank menyalurkan kredit ke UMKM minimum 30% dari total kredit menjadi potensi kerja sama P2P Lending. Maka, industri P2P Lending bersama asosiasi didorong mengeksplorasi ekosistem produktif/UMKM secara optimal,” bilangnya.
Sementara itu, OJK juga mendorong platform P2P Lending untuk memfasilitasi pengajuan restrukturisasi pinjaman UMKM yang terdampak Covid-19. Restrukturisasi harus mendapat persetujuan pemberi pinjaman. Total restrukturisasi pinjaman hingga Oktober 2021 di industri P2P Lending Rp1,35 Triliun.
Kendati demikian, yang tak kalah penting adalah Edukasi Publik, OJK melakukan edukasi masyarakat bagaimana memanfaatkan pinjaman online secara bijak, salah satunya melalui edukasi agar pinjaman untuk kebutuhan produktif (bukan konsumtif).
Tris mengungkapkan, saat ini ada 102 penyelenggara P2P Lending yang terdaftar/berizin di OJK. Sementara itu, sudah 3.784 penyelenggara pinjol ilegal yang ditutup oleh SWI (Satgas Waspada Investasi).
” Masyarakat diharapkan melaporkan ke Polri/SWI apabila menemukan ada pinjol ilegal. OJK juga membarui daftar P2P Lending berizin di wesbite OJK,” imbaunya.
Fintech Lending di Sumut
Kepala Kantor OJK Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara, Yusup Ansori menjelaskan, fintech merupakan salah satu bentuk perkembangan teknologi di bidang keuangan yang tidak bisa dihindari.
” Kebutuhan konsumen yang semakin menuntut kecepatan di sektor digital menyebabkan perkembangan yang pesat di sektor fintech. Perlu kami sampaikan bahwa hingga kini di Sumut untuk fintech lending, data akumulasi pinjaman hingga posisi Januari 2022 sudah mencapai Rp6,97 Triliun, atau tumbuh 100,819% yoy. Sedangkan untuk outstanding pinjaman di fintech lending posisi Januari 2022 sebesar Rp 770 Miliar atau tumbuh 111,04% yoy,” jelas Yusup.
Tingginya pertumbuhan pembiayaan di sektor fintech lanjut Yusup menunjukkan makin tingginya minat masyarat di Sumut untuk memanfaatkan fintech lending sebagai salah satu sumber pendanaan.
Untuk itu, Yusup berharap bantuan jurnalis untuk secara masif mengsosialisasikan kebijakan dan peraturan OJK mengenai fintech lending kepada masyarakat luas. Hal ini bertujuan agar masyarakat khususnya di Sumut memiliki pemahaman yang memadai dan tidak terjebak dengan fintech ilegal yang tidak terdaftar dan tidak berizin di OJK.
Selain itu, Yusup menyampaikan bahwa upaya pemulihan ekonomi nasional di Sumatera Utara sampai saat ini masih terus berjalan. Hingga bulan Januari 2022, restrukturisasi kredit yang berhasil dilaksanakan di Sumatera Utara mencapai Rp 24,73 Trillun kepada 352 ribu rekening debitur, atau 93% dari total restrukturisasi yang diajukan.
” Kredit kepada UMKM di Sumut, yang merupakan fokus OJK dan pemerintah, juga berhasil tumbuh sebesar 12,52% yoy,” ungkap Yusup.
Yusup menambahkan, pencapaian ini tentunya tidak lepas dari upaya sinergi OJK Regional 5 Sumatera Bagian Utara bersama-sama dengan seluruh stakeholder khususnya Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di level provinsi dan 33 kabupaten/kota serta Lembaga Jasa Keuangan dalam menjalankan berbagai program peningkatan inklusi dan literasi keuangan seperti KUR Klaster, UMKM Go-Export, UMKM Go-Digital, dan berbagai pelatihan serta business matching yang melibatkan ratusan UMKM di Sumut. (Siong)
