Medan – Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, dr Sofyan Tan, menyatakan bahwa pendidikan sains merupakan elemen kunci untuk menggerakkan industri di masa depan. Namun, sayangnya, jumlah orang yang tertarik pada bidang sains masih rendah jika dibandingkan dengan program studi lainnya.
Berdasarkan statistik pendidikan tinggi tahun 2023, jumlah mahasiswa baru menurut kategori bidang ilmu menunjukkan bahwa matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) berada di posisi yang kurang diminati, dengan total 80. 551 mahasiswa.
Sementara itu, bidang ilmu pendidikan tetap menduduki posisi teratas dengan 542. 387 mahasiswa, diikuti oleh ilmu ekonomi dengan 389. 060, dan ilmu sosial dengan 389. 017 mahasiswa.
“Peminatnya masih rendah,” ungkap Sofyan Tan saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional Revolusi Industri Masa Depan Sains Sebagai Otak Penggeraknya oleh Ikatan Alumni Fisika Univeristas Sumatera Utara di Gelanggang Mahasiswa USU, Jalan Universitas, Medan, Jumat (30/5).
Menurutnya hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi ilmu sains untuk lebih berkembang dan menarik minat para pelajar masuk ke perguruan tinggi memilih program studi MIPA.
Sebab revolusi industry 4.0 dan 5.0 membutuhkan SDM unggul dalam bidang science, technology, engineering and mathematics (STEM). Terutama dalam energi terbarukan, industry hijau, dan inovasi transportasi seperti kereta cepat dan kenderaan listrik.
Namun yang menjadi persoalan lanjutnya, lulusan ilmu sains masih dihantui dengan bidang pekerjaan yang dapat menampung mereka.
Mengingat akses untuk industri-industri maju masuk di Indonesia masih mengalami hambatan baik itu dari sisi regulasi maupun secara sosial.
“Masih ada di tempat kita mau bikin pabrik mobil listrik terbesar BYD diganggu ormas. Harusnya industri-industri seperti ini yang akan menyerap tenaga kerja di bidang sains diberi karpet merah,” kata Sofyan Tan.
Sofyan Tan juga berharap riset terkait ilmu sains ditingkatkan. Agar industri-industri yang ada dapat memanfaatkan riset dari para ahli di perguruan tinggi dalam pengembangannya. Sayangnya sejauh ini di Indonesia 70% proposal riset masih didominasi ilmu sosial, sementara 30% sisanya ilmu sains dan teknologi. “Dari 30% itu hanya 10% yang memenuhi syarat untuk dibiayai,” ungkapnya.
Hadir dalam acara Dekan FMIPA USU Prof Dr Nursahara Pasaribu M.Sc, Ketua Ikatan Alumni Fisika USU Marsma TNI Dr. Ir. Sovian Aritonang S.Si, M.Si, dan Kepala Bapelitbang Pemprov Sumut Ir. Alfi Syahriza, S.T., M.Eng.Sc.(Siong)