seputar-Jakarta | CEO Telegram Pavel Durov ditangkap di Prancis pada Sabtu (24/8) malam waktu setempat. Menurut laporan Forbes, pria kontroversial tersebut memiliki harta kekayaan US$ 15,5 miliar atau setara Rp239 triliun.
Ia menempati urutan ke-120 sebagai orang terkaya di dunia versi Forbes, dikutip Senin (26/8/2024).
Hingga kini belum diungkap alasan penangkapan resmi oleh otoritas Prancis. Namun, Kantor Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Bawah Umur (OFIN) Prancis sebelumnya telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Durov.
Tuduhannya terkait pencucian uang, perdagangan narkoba, hingga penyebaran konten pelecehan seksual anak di Telegram.
Terlepas dari kasus yang tengah dihadapi, Durov dikenal sebagai sosok pengusaha teknologi yang hidup sederhana.
Salah satunya tampak dari HP yang ia gunakan. CEO Telegram tersebut ternyata menggunakan HP Android murah dengan harga US$ 180 atau sekitar Rp2 jutaan.
Dalam akun Telegram resminya, Durov membagikan pengalaman menggunakan Samsung Galaxy A52 yang diluncurkan pada 2021 lalu.
Di Indonesia, Galaxy A52 saat pertama meluncur dibanderol sekitar Rp4 jutaan. Harganya kini sudah lebih murah karena berusia lawas.
Durov membagikan penampakan ponsel miliknya yang terbelah dua gara-gara panasnya cuaca di Dubai.
“Ponsel saya terbuka karena panas di Dubai. Saya sudah menggunakan HP Samsung US$ 180 ini selama dua tahun terakhir,” kata Durov, dikutip dari Gagadget, beberapa saat lalu.
Lebih lanjut, ia mengatakan memilih Galaxy A52 karena banyak digunakan oleh pengguna Telegram.
“Saya ingin memahami pengalaman mereka untuk melayani mereka dengan lebih baik,” kata dia.
Namun, di akhir ceritanya, Durov mengatakan mau tak mau harus segera ganti HP baru.
Telegram merupakan layanan pesan singkat yang digadang-gadang sebagai pesaing kuat WhatsApp.
Beberapa saat lalu, Durov mengklaim pengguna aktif layanannya akan tembus 1 miliar atau sudah makin dekat dengan basis pengguna WhatsApp yang lebih dari 2 miliar.
Apa itu Telegram?
Telegram adalah layanan obrolan berbasis teks yang tampilannya mirip seperti WhatsApp. Chat di Telegram digunakan oleh ratusan juta orang di seluruh dunia sebagai alat komunikasi sehari-hari yang mudah digunakan.
Pengguna juga dapat mengunggah Story, membuat grup, atau membuat apa yang disebut sebagai saluran. Sebuah saluran dapat dikunjungi jutaan pelanggan dan menjadi wadah yang berpengaruh untuk menampung berita dan informasi.
Pengguna baru harus setuju untuk tidak mengirim spam atau menipu pengguna, mempromosikan kekerasan atau memposting konten pornografi ilegal.
Namun dalam praktiknya, moderasi konten di Telegram lebih sedikit dibandingkan dengan jaringan media sosial besar yang berbasis di AS. Di mana, moderator biasanya akan menghapus ajakan eksplisit untuk melakukan kekerasan.
Bagaimana privasi di Telegram?
Sejauh mana Telegram dienkripsi masih belum jelas. Sementara layanan pesan pesaing WhatsApp dan Signal menggunakan enkripsi ujung ke ujung secara default, yang dianggap sebagai salah satu cara terbaik untuk melindungi pesan pengguna. Namun Telegram tidak melakukannya.
Sebaliknya, aplikasi tersebut hanya menawarkan enkripsi ujung ke ujung kepada pengguna yang memulai “obrolan rahasia”, sehingga pesan tidak dapat dibaca oleh Telegram dan siapa pun yang ingin mengintip.
Telegram juga mengandalkan protokol enkripsi miliknya sendiri. Artinya, tidak seperti Signal, pakar keamanan tidak dapat menguji dan memverifikasi bahwa perusahaan melakukan apa yang mereka klaim.
Mengapa Telegram menjadi media yang ampuh bagi para ekstremis?
Konten di Telegram tidak dikirimkan ke pengguna berdasarkan riwayat keterlibatan, seperti yang dilakukan platform lain X, TikTok, atau Facebook.
Namun, ujaran kebencian dan disinformasi masih dapat menyebar luas di Telegram. Salah satu alasannya adalah pengguna dapat mengunggah konten mereka dari satu saluran ke saluran lainnya, demikian dikutip dari Strait Times, Senin (26/8/2024).
Pengguna yang mengikuti saluran pendukung calon presiden AS Donald Trump, misalnya, dapat menjadi sasaran teori konspirasi yang mengeposkan tautan ke saluran mereka sendiri dengan konten politik yang lebih agresif.
Jika pengguna mengikuti tautan tersebut, mereka dapat terlibat dengan pengguna yang lebih radikal dengan berbagi narasi yang lebih ekstrem.
Adakah peran Telegram dalam kerusuhan di Inggris?
Telegram digunakan untuk menyebarkan dan mengoordinasikan kerusuhan anti-imigran di Inggris pada awal Agustus.
Menyusul pembunuhan tiga gadis remaja di Southport, Inggris utara, pada 29 Juli.
Saluran Telegram digunakan oleh para ekstremis untuk memicu kebencian terhadap umat Islam, menyebarkan lokasi dan target aksi, serta menyebarluaskan tips bagi para perusuh, menurut sebuah studi oleh lembaga pemikir anti-ekstremisme yang berpusat di London, Institute for Strategic Dialogue.
Laporan itu meninjau 16 saluran dan grup Telegram yang secara aktif mengunggah, menjadi ‘tuan rumah’, dan meneruskan konten anti-Muslim dan anti-migran yang terkait dengan kerusuhan.
Enam saluran yang dibuat sebagai respons langsung terhadap kerusuhan tersebut dihapus dari platform pada 5 dan 6 Agustus, demikian temuan laporan itu.
Ketika ditanya tentang peran aplikasi tersebut dalam kerusuhan di Inggris, juru bicara Telegram mengatakan moderatornya secara aktif memantau situasi dan menghapus saluran serta unggahan yang berisi seruan untuk melakukan kekerasan.
Perdana Menteri Keir Starmer menanggapi dengan janji untuk menindak platform media sosial yang membantu mengobarkan kerusuhan.
Mengapa pemerintah khawatir dengan Telegram?
Sangat sulit untuk bisa melacak ekstremis yang bergabung dengan platform dan mengirim informasi palsu atau yang bersifat menghasut secara langsung kepada individu, baik melalui chat dan saluran.
Badan penegak hukum memiliki pengaruh lebih besar untuk membujuk pemilik Facebook dan WhatsApp, Meta Platforms, untuk membantu mereka mengidentifikasi pengguna yang terlibat dalam aktivitas ilegal karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan publik yang berkantor pusat di AS.
Pemerintah sangat tidak berdaya ketika berhadapan dengan Telegram yang berkantor pusat di Dubai.
Akun-akun pro-Rusia sangat aktif di Telegram dalam menyebarkan disinformasi yang ditujukan untuk melemahkan dukungan terhadap Ukraina.
Bahkan, perwira intelijen Rusia dilaporkan telah menggunakannya untuk merekrut penjahat kelas teri untuk melakukan aksi sabotase di ibu kota Eropa. Telegram juga digunakan oleh banyak warga Ukraina, termasuk Presiden Volodymyr Zelensky
Siapa pencipta Telegram?
Telegram diciptakan oleh pengusaha Rusia Pavel Durov dan saudaranya Nikolai, seorang programmer dan matematikawan. Mereka meraup untung dari pembuatan jejaring sosial VKontakte yang berbasis di Rusia pada tahun 2006.
Platform itu dengan cepat menjadi populer di kalangan orang Rusia, hingga menjadikannya incaran miliarder yang memiliki hubungan dengan Kremlin.
Namun, Durov memilih kabur fari negaranya dan menjual sahamnya di VKontakte. Saat itulah ide Telegram lahir. Kemudian dibarengi dengan Nikolai yang mengembangkan sistem transfer data platform tersebut.
Pavel yang dijuluki Mark Zuckerberg dari Rusia, hidup dalam pengasingan. Ia sering menjadi berita utama karena kekayaan bersih yang mencapai lebih dari US$10 miliar (Rp 154 triliun).
Platform ini terkait erat dengan mata uang kripto dan menerbitkan penawaran koin perdana pada tahun 2018, yang disebut Telegram Open Network. (cnbcindonesia)