seputar-Jakarta | Cawapres dari Koalisi indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka buka suara mengenai gugatan alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) mengenai pencalonan dirinya sebagai salah satu peserta Pilpres 2024.
Pria yang juga Wali Kota Solo itu mengaku menghormati proses hukum yang berjalan atas gugatan yang meminta dirinya ganti rugi hingga Rp204,8 triliun itu.
“(Digugat alumnus UNS) Ya udah dijalankan saja kita hormati semua pendapat,” katanya kepada wartawan di Balai Kota Solo, Selasa (14/11/2023).
Pada kesempatan itu, Gibran juga mengaku tak ambil pusing dengan banyaknya suara penolakan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang dialamatkan kepadanya. Menurutnya hal itu menjadi kritikan sekaligus masukan untuknya.
“(Banyak yang tidak setuju putusan MK dan MKMK) Ya enggak papa. Semua masukan, kritikan evaluasi kami tampung semua, nggak papa,” ucap putra sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu.
Saat ditanya apakah akan menuntut balik, Gibran menjawab, “Semua proses jalankan saja, ya.”
Sebelumnya, Gibran dan pemohon uji materi UU pemilu di MK yakni perkara nomor nomor 90/PUU-XXI/2023 Almas Tsaqibbirru digugat di Pengadilan Negeri (PN) Solo oleh Ariyono Lestari. Gugatan disampaikan secara daring.
Ariyono Lestari merupakan alumnus UNS (Universitas Sebelas Maret). Dalam gugatanya ke PN Solo, sebagai warga Indonesia, Ariyono merasa hak politiknya terganggu dengan putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kuasa hukum Ariyono Lestari, Andhika Dian Prasetyo mengatakan, pihaknya mengatasnamakan dirinya sebagai Tim GIBERAN (Giliran Berantakan). Almas sebagai tergugat satu, dan Gibran Rakabuming Raka sebagai tergugat dua.
TimGIBERAN berkesimpulan para Tergugat selayaknya mengganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024 yakni sebesar 204.807.222 orang, sehingga totalnya menjadi Rp204,8 triliun (Rp204.807.222.000.000).
Nilai tersebut diberikan kepada lembaga terkait sebagai anggaran pendidikan kepada seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan yang baik.
“Langkah selanjutnya kami masih menunggu sidang pertama,” kata Andhika saat ditemui awak media di PN Solo, Senin (13/11).
Selain itu, seorang warga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas penetapan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.
Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 578/G/2023/PTUN Jakarta
Gugatan yang dilayangkan Ahmad Saifullah tentang permohonan pembatalan surat keputusan KPU Nomor 1589/PL.01.4-DA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan bakal calon presiden dan wakil presiden atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
“Kami melakukan gugatan ini karena kami anggap KPU ada kekeliruan secara administrasi,” kata kuasa hukum Ahmad Saifullah, Muallim Bahar di Makassar, Selasa (14/11).
Menurut Muallim merunut PKPU Nomor 19 tahun 2023 telah mengatur tentang batas usia capres-cawapres yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 3 November 2023.
“Yang jelas bahwa pendaftaran Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka itu ditanggal 25 Oktober 2023, artinya bahwa yang berlaku itu adalah PKPU Nomor 19 tahun 2023, walaupun telah ada keluar putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 90. Jadi yang kita gugat ini adalah KPU RI, terkait surat keputusan yang dia keluarkan,” ungkapnya.
Pihaknya mengganggap bahwa KPU terlalu tergesa-gesa menetapkan calonkan presiden dan wakil presiden.
“Padahal jelas dalam PKPU bahwa jadwal penetapan calon peserta pemilu, presiden dan wakil presiden, itu paling lambat tanggal 25 November, ini kan baru tanggal 13. Harusnya diteliti dengan baik, atau paling tidak menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review PKPU Nomor 23 tahun 2023,” jelasnya.
Muallim menegaskan pada proses penetapan capres-cawapres, Prabowo-Gibran yang dilakukan KPU telah terjadi kekeliruan.
“Bagi kami secara administrasi ada kekeliruan pada proses ini. Kami anggap menabrak aturan. Makanya kami melakukan upaya hukum dalam bentuk gugatan ke PTUN Jakarta,” katanya. (cnnindonesia)