Jakarta – Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) komplain soal besaran bonus hari raya (BHR) yang diberikan aplikator ke mitra ojek online (ojol). Sebab, menurut mereka, bonus yang diterima ‘pasukan hijau’ terlalu kecil dan kurang manusiawi!
Ketua Umum SPAI Lily Pujiati mengatakan, jika merujuk pada Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025, BHR ojol seharusnya 20 persen dari penghasilan bulanan selama setahun terakhir. Namun, kata dia, faktanya tak demikian.
“Dari pengaduan yang kami terima, seorang pengemudi ojol hanya mendapat bonus hari raya sebesar Rp 50 ribu dari pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 33 juta,” ujar Lily Pujiati, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (24/3).
“Ini jelas tidak adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari aktif 25 hari, jam kerja online 200 jam, tingkat penerimaan order 90%, tingkat penyelesaian trip 90% setiap bulannya,” tambahnya.
Dia menegaskan, nilai tersebut jauh dari informasi yang diterima Presiden Prabowo Subianto, yakni Rp 1 juta per mitra driver. Selain itu kriteria atau syarat lainnya sangat tak adil karena sepinya orderan yang disebabkan skema prioritas seperti akun prioritas, skema slot, skema aceng (argo goceng), skema level/tingkat prioritas.
“Ditambah lagi potongan platform hingga 50% yang semakin menurunkan pendapatan pengemudi ojol serta membuat seolah-olah pengemudi tidak berkinerja baik,” ungkapnya.
Padahal, dengan skema yang tertera di SE Kemenaker, ojol dengan penghasilan Rp 33 juta setahun atau Rp 2,75 juta sebulan, berhak menerima BHR sebesar Rp 550 ribu. Itulah mengapa, dia meminta seluruh mitra mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan untuk membuat aduan massal Ke Posko THR.
“Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menolak pembayaran THR Ojol, taksol, kurir yang tidak manusiawi. Nilai THR Ojol tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Presiden mengenai kontribusi pengemudi ojol, taksol, kurir yang sudah menghasilkan keuntungan selama ini,” kata dia. (CNBC