seputar – Jakarta | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka-bukaan soal Bank Perekonomian Rakyat (BPR) banyak yang tumbang. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae memprediksi jumlah BPR yang ditutup bisa tembus 20 bank.
Sampai September 2024, jumlah BPR/BPRS yang telah dicabut izin usahanya mencapai 15 bank. Artinya kemungkinan lebih dari 5 bank akan tutup lagi jika jumlahnya lebih dari 20 bank.
“Sampai ke angka 20 (BPR) itu mungkin. Kalau dalam beberapa bulan ini ada yang masih setor modal. Itu bisa mungkin bisa selesai. Mudah-mudahan bisa kurang dari itu,” kata dia usai acara Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024) kemarin.
Dia mengungkap salah satu penyebab banyak BPR harus ditutup karena ada kendala penyuntikan modal oleh pemerintah daerah sebagai pemilik BPR. Dian menyebut, selama ini penyuntikan modal untuk BPR yang bermasalah keuangannya selalu terkendala proses politik pemerintah daerah.
“Tentu saja kalau pemerintah daerah maupun pemerintah pusat kalau mau meng-inject modal itu memerlukan waktu yang sangat lama, proses politiknya ada. Sementara kalau BPR sebagai bank itu tentu saja memerlukan rescue yang sangat cepat,” kata dia.
Itu sebabnya banyak BPR yang tidak terselamatkan. Untuk itu pula, guna mencegah bertambahnya jumlah BPR yang tutup, OJK membuat kebijakan baru bahwa bank tersebut tidak boleh dimiliki oleh berbagai kepala pemerintah daerah. Namun, ke depan akan diinduki oleh Bank Pembangunan Daerah.
“Jadi, artinya tidak boleh lagi nanti di kabupaten misalnya contohnya itu dimiliki oleh berbagai bupati, tapi ini akan dikonsentrasikan di bawah pemerintah provinsi dan tentu ada juga keperluan sahamnya kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD,” jelasnya.
Untuk diketahui, Bank perekonomian rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) banyak yang berguguran. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha 15 BPR dan BPRS.
Dian menjelaskan, pencabutan izin usaha menjadi salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen. Salah satu alasan karena ada penyimpangan dalam bank.
“Hal tersebut dilakukan karena pemegang saham dan pengurus BPR tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR/BPRS yang sebagian besar terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional BPR,” ujar Dian dalam keterangannya, Jumat (11/10/2024). (detikfinance)