seputar-Jakarta | Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra meledek ahli yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Gibran, Margarito Kamis supaya kembali menuntut ilmu ke Yusril Ihza Mahendra secara kafah, alias menyeluruh atau sempurna.
Ini ia sampaikan merespons pernyataan Margarito di awal paparannya yang menganggap Yusril sebagai gurunya. Yusril merupakan Ketum PBB sekaligus Tim Hukum Prabowo-Gibran yang bersidang di MK.
“Dan nanti Pak Margarito selesai ini datang lagi ke Prof Yusril untuk menuntut ilmu ke beliau, secara kafah, gitu, kalau menurut agama,” kata Saldi dalam sidang lanjutan gugatan hasil Pilpres di MK, Kamis (4/4/2024).
Saldi mengatakan demikian lantaran menganggap Margarito belum sepenuhnya mengambil ilmu hukum yang dimiliki Yusril.
Ia masih ingat ada perdebatan antara Yusril dengan pakar hukum almarhum Harun Al Rasyid terkait dengan TAP MPR di medio 2001 lalu.
“Waktu itu Prof Harun menegasikan TAP MPR sebagai sumber hukum. Prof Yusril bilang ‘betapa hebatnya seorang ahli tapi kalau ada norma tertulis dan putusan pengadilan, maka pendapat ahli itu gugur kalau dibawa dalam konteks hukum’,” kata Saldi.
“Ini ada putusan pengadilan, loh. Yang dikatakan enggak valid,” tambahnya.
Tak hanya itu, Saldi juga mengaku senang Margarito hadir sebagai ahli di MK. Terlebih, Margarito hadir tepat pada hari Kamis dan diyakini lebih cemerlang.
“Sebetulnya kemarin kita lihat list nama yang diberikan oleh kuasa hukum terkait ada nama Pak Margarito. Kita bilang, semua seragam. Wah, hari Kamis pasti jauh lebih cemerlang pendapatnya Pak Margarito. Karena biasa jadi ahli di sini kalau hari Kamis kelihatan. Kalau hari-hari lain enggak secemerlang hari Kamis,” kata dia.
Paparan Margarito
Margarito dalam paparannya menyebut MK akan melanggar konstitusi apabila memeriksa proses Pilpres 2024.
Margarito menyebut pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pemilu. Ia mengatakan kewenangan itu tidak bisa ditambah atau dikurangi.
“Kalau Mahkamah sekarang ini periksa proses pemilu, Mahkamah melanggar pasal ini,” kata Margarito dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/4).
Margarito mendorong MK untuk menjalankan tugas yang diamanatkan konstitusi. Dia mengatakan MK harus taat hanya memeriksa perselisihan hasil.
“Saya ingin menegaskan taatlah pada teks pasal 24C ayat (1), periksa hasil, bukan di luar itu. Suka atau tidak. Hukum tidak ada urusan suka atau tidak. Hukum itu selalu objektif,” ujar Margarito.
Soal Pj Gubernur
Margarito juga membantah tudingan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud soal Presiden Jokowi mengangkat penjabat gubernur untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
Margarito mengatakan kebijakan itu bukan tanpa dasar. Jokowi mengangkat penjabat kepala daerah sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang Pemilu.
“Ini perintah undang-undang. Kalau tidak diangkat karena takut nanti penjabat-penjabat itu akan memenangkan atau menyalahgunakan wewenang atau … takut dituduh memenangkan Pak Prabowo dan Pak Gibran, lalu apa yang harus dilakukan?” kata Margarito.
Margarito berpendapat seharusnya kubu ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin melapor saat melihat tindak-tanduk pj. kepala daerah yang memenangkan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, undang-undang menyediakan ruang tersebut.
Akan tetapi, Margarito menyebut selama ini dua kubu tersebut hanya memperdebatkan persepsi. Dia menilai tak ada langkah hukum yang ditempuh.
“Kalau tidak dilakukan itu, maka orang itu harus dianggap menerima kenyataan itu, tunduk pada seluruh konsekuensi hukum yang timbul dari melepaskan hak itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Margarito juga memberi contoh pengangkatan pj. kepala daerah di Sumatera Barat dan Aceh. Pengangkatan sejumlah penjabat kepala daerah di sana tak berpengaruh pada pemenangan Prabowo-Gibran.
“Di dua tempat, di Aceh sama Sumatera Barat, tempatnya Prof. Saldi ini, kalah itu Pak Prabowo, kalah juga itu Pak Gibran,” ucapnya. (cnnindonesia)