seputar-Langkat | Pabrik pengolahan arang berbahan baku kayu bakau (mangrove) ilegal di kawasan Lingkungan I, Tangkahan Sergai, Desa Pangkalan Batu, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat, digerebek tim Polda Sumut, Senin (31/7/2023).
Penggerebekan itu dipimpin langsung Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi dan Plt Bupati Langkat Syah Afandin. Dari penggerebekan itu, ditemukan sebanyak 20 dapur pembakaran arang kayu mangrove.
“Arang kayu ini diproduksi dari kayu mangrove hasil pembabatan di habitat ataupun tempat pembudidayaan mangrove yang berada di kawasan hutan yang dilindungi yang mana kita ketahui mangrove ini menjadi isu yang penting untuk kita selamatkan,” kata Irjen Agung.
Diperloleh informasi, 20 dapur pembakaran arang itu masing-masing dapat memproduksi sekitar 1-2 ton arang berkualitas bagus setiap 15-20 harinya. Hasil produksi arang kayu mangrove itu pun dijual dengan harga Rp3.850 per kilogram ke Medan maupun wilayah lainnya di Pulau Sumatera.
Selain dapur produksi, lanjut Irjen Agung, dua orang yang patut diduga sebagai pekerja di pabrik tersebut ikut diamankan.
“Kita akan kembangkan penggerebekan ini untuk mengejar pemilik dan para pekerja dan pabrik kayu mangrove ilegal ini. Apalagi tadi ada sejumlah orang yang melarikan diri saat kita lakukan penggerebekan. Kita tidak tahu jumlahnya berapa, tapi pasti kita kejar. Termasuk penampung arangnya,” katanya.
Selain di Langkat, Polda Sumut juga menyegel pabrik kayu mangrove ilegal di dua lokasi di Medan. Dua lokasi itu menjadi tempat gudang yang menampung arang-arang mangrove yang dihasilkan dari sekitar Medan.’
“Kita juga akan berkoordinasi agar bagaimana penanganan selanjutnya ini adalah jaringan yang harus kita hentikan karena merusak hutan mangrove kita yang ada di Sumatera Utara,” katanya.
Dalam kasus ini, Polda Sumut akan terus melakukan penyelidikan dan penyidikan mulai dari penebang, penampung hingga penjual. “Kerusakan akibat kegiatan ini sangat parah. Itu sudah kita lihat sendiri di lapangan,” tegasnya.
Dalam kegiatan ini kepolisian melakukan penyegelan TKP, mulai dari pabrik pembakaran arang bakau hingga gudang penampung arang bakau yang berada di Medan.
“Tidak hanya ada di Medan mungkin juga ada di wilayah lain yang kita identifikasi, sudah kita lakukan mapping ada di sekitar Sumatera Selatan, wilayah Batam, dan sekitarnya,” katanya.
Sementara itu, Syah Afandin menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Kapolda Sumut dan jajaran yang telah bertindak tegas dalam menanggulangi kerusakan hutan mangrove.
“Masyarakat Langkat sebagian besar adalah nelayan yang sangat bergantung dari hasil tangkapan ikan. Kita tahu salah satu fungsi mangrove ini adalah tempat pengembanganbiakan ikan yang ada di laut, karena adanya perambahan secara ilegal ini menurunkan hasil tangkapan ikan dari masyarakat,” ujarnya.
Ia berharap tindakan Polda Sumut ini harus terus ditindaklanjuti sampai ke akar-akarnya. Menurutnya warga tidak akan melakukan illegal logging kalau tidak ada penampung.
“Jadi saya sangat berharap besar yang harus diberantas habis adalah penampungnya, baik penampung kecil ataupun besar. Terima kasih kepada Pak Kapolda, gebrakan awal ini sangat berarti untuk masyarakat Langkat,” ujar Afandin.
Sementara itu Dosen Fakultas Kehutanan USU Prof Mohammad Basyuni SHut MSi PhD menyampaikan hutan bakau di Lubuk Kertang saat ini sudah hampir habis dibabat.
“Itu sekitar 700 hektare sudah gundul dari 1.200 hektare. Kita bisa bayangkan, dari awal mula ketika pandemi tahun 2020 sampai saat ini mangrove ditebang. Kita pastikan mangrove yang ada di sini memang yang terbaik untuk membuat arang,” ungkapnya.
“Jadi kami kita semua sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Pak Kapolda untuk menghentikan ini semua. Jadi kita sudah berulang kali menyuarakan, sampai ke menteri juga. Ini gerakan yang nyata dan konkret, mendatangi kemudian menyegel dan mengusir sampai tuntas. Ini yang kita harapkan dan ini juga yang disuarakan kelompok lestari mangrove,” imbuhnya. (inewssumut/ss)