seputar – Jakarta | Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyampaikan pernyataan sikap mengenai kondisi politik Indonesia pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pilkada. LP3ES menyerukan penghentian pembahasan RUU Pilkada.
Pernyataan sikap disampaikan LP3ES lewat siaran tertulis atas nama Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa, dan Direktur Hukum, HAM, dan Gender, Hadi Rahmat Purnama, Rabu (21/8/2024).
“Melalui dokumen ini, LP3ES menuntut dan menyerukan: Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan memathui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024,” tulis LP3ES.
Mereka juga menuntut agar KPU menindaklanjuti putusan MK tersebut, serta menyeru kepada seluruh rakyat Indonesia untuk melawan rezim otokratik dan hegemonik, agar kedaulatan rakyat dan supremasi hukum kembali tegak.
“Saat ini, Indonesia tengah bergerak menjadi negara kekuasaan karena penguasan tidak melaksanakan ketetapan hukum yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi,” tulis LP3ES.
Menurut lembaga ini, revisi UU Pilkada menyimpang dari putusan MK. Padahal, MK adalah lembaga yang sudah menafsir Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yakni mengenai ambang batas parpol untuk mengajukan dan mengusung calon kepala daerah. Tafsiran itulah yang termaktub dalam putusan MK Nomor 60/PUU-XII/2024.
Ada pula soal usia calon kepala daerah yang diputus MK lewat putusan Nmor 70/PUU-XXII/2024. Usia calon dihitung saat penetapan calon, bukan saat pelantikan. Namun DPR malah memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghitung usia calon saat pelantikan, bukan penetapan.
“Dengan demikian, telah terdapat cherrypicking atas interpretasi hukum yang berlaku. Perubahan aturan yang ekspres ini sarat akan kepentingan dari penguasa. Jika interpretasi ini yang diadopsi melalui amandemen UU Pilkada, norma ini akan menguntungkan Saudara Kaesang Pagarep yang berusia 29 tahun ketika pendaftaran, dan belum berusia 30 tahun sebagaimana persyaratan UU Pilkada,” tulis LP3ES.
Dinamika terbaru tersebut menjadi penanda Indonesia bergerak menjadi negara kekuasaan. Ini adalah kemunduran sejak reformasi 1998, alias dekadensi demokrasi.
“Konsentrasi kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo bersama partai politik koalisinya akan korup dan mengakali supremasi hukum. Kekuasaan absolut penguasa saat ini membawa mundur proses demokrasi yang dinikmati oleh rakyat Indonesia 25 tahun ini,” tulis LP3ES. (detik)