seputar – Medan | Pengadilan Negeri (PN) Medan menggelar sidang tuntutan terhadap terdakwa Magindar Simbolon, Eks Bupati Samosir, yang tersandung kasus korupsi izin pembukaan lahan hutan Tele di Desa Partungko Naginjang. Mangindar dituntut 4 tahun penjara.
Dilihat Jumat (8/3/2024), sidang itu berlangsung di ruang Cakra 9 PN Medan dengan Ketua Majelis Hakim As’ad Rahim dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Erik Sarumaha.
Pertama, Erik menyatakan, terdakwa Mangindar tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 ayat 1 Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua, menyatakan terdakwa Mangindar terbukti bersalah dalam dakwaan subsider Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mangindar Simbolon berupa pidana penjara selama 4 tahun dengan denda Rp 100 juta rupiah subsider 4 bulan kurungan,” kata Erik.
Kemudian, As’ad menyampaikan terdakwa Mangindar serta pihak kuasa hukumnya masih memiliki kesempatan untuk mengajukan pembelaan pada persidangan selanjutnya. Ia mengatakan sidang selanjutnya akan berlangsung pada 13 Maret 2024.
Usai persidangan, tampak Mangindar yang mengenakan pakaian biru menyalami Erik, kuasa hukumnya, serta keluarganya yang datang. Ketika keluar dari pintu Cakra 9, Mangidar hanya tersenyum dan meninggalkan lokasi.
Berdasarkan dakwaannya, dilansir dari SIPP PN Medan, terdakwa Magindar melakukan korupsi dalam perkara izin pembukaan lahan untuk membuka pemukiman dan pertanian pada kawasan hutan di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Tobasa.
Kala itu, tahun 2000, Mangindar menjabat sebagai Kadis Kehutanan Tobasa. Ia meminta ke Bupati Tobasa, Sahala Tampubolon, agar menindaklanjuti soal pemberian areal yang dicadangkan kepada masyarakat Desa Partungko Naginjang.
Ide soal areal itu awalnya datang dari Bupati Taput, Lundu Panjaitan, yang menyatakan akan mencadangkan areal lahan selebar 500 meter sepanjang Jalan Raya Tele-Sidikalang di sebelah barat Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian pada tahun 1992.
Rencananya areal itu ingin dijadikan sebagai lokasi permukiman kembali para perambah hutan sekitar hutan lindung. Selain itu juga sebagai areal pengembangan budidaya pertanian dan hortikultura bagi masyarakat setempat.
Namun Lundu belum merealisasikan janji itu hingga tahun 1998 Desa Partungko Naginjang masuk ke wilayah Kabupaten Tobasa. Alhasil, berangkat dari situ lah Mangindar mengajukan ke Sahala agar rencana itu ditindaklanjuti.
Sahala pun membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele di Desa Partungko Naginjang melalui SK Bupati Toba Samosir Nomor 309 tahun 2002. Di dalam tim itu, Mangindar ditunjuk sebagai Wakil Ketua.
Mangindar menjelaskan kepada pihak yang ada di tim bahwa areal yang dicadangkan bukan masuk kawasan Hutan Lindung melainkan Areal Penggunaan Lain (APL). Mangindar meyakinkan tim itu dengan menunjukkan Peta Tata Batas Kawasan Hutan Tele Hariara Pintu yang sebenarnya belum ditandatangani secara lengkap oleh pejabat berwenang.
Padahal terdakwa mengetahui areal yang dicadangkan tersebut masuk kawasan Hutan Lindung Tele berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian N0.923/KPTS/Um/12/1982 pada 27 Desember 1982. Selanjutnya BPN Tobasa melakukan pengukuran tanah yang dibagikan ke masyarakat dengan penunjukan oleh masing-masing masyarakat dan Kedes Partungko Naginjang, Bolusson.
Untuk memudahkan seleksi permohonan masyarakat, Bolusson membagi masyarakat menjadi VII kelompok. Selanjutnya, Sahala menerbitkan SK Bupati Tobasa No 281 tentang izin membuka tanah untuk pemukiman dan pertanian yang terletak di Desa Partungko Naginjang pada 26 Desember 2003.
Di dalam SK ini, ada 350 hektare yang akan dibagi ke masyarakat. Namun ada 116 hektar lagi yang diperuntukkan ke masyarakat kelompok VII dan kepentingan umum. Jika merujuk pada Keputusan Menteri Pertanian N0.923/KPTS/Um/12/1982, maka ada 234 hektar tanah itu berstatus sebagai kawasan Hutan Lindung. Perihal ini lah yang membuat ada 519 hektar masuk dalam perkara.
Bahwa sejak tahun 2013-2018, berdasarkan SK Bupati Toba Samosir No 281, ada 234 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan untuk masyarakat yang memohon penerbitan SHM. Demikian, perbuatan Mangindar telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 32.740.000.000.
Hal itu sesuai dengan laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Wilayah Sumatera Utara Nomor : R-28/PW02/5.2/2021. (Detik)