seputar – Medan | Mal di Kota Medan saat ini masih dalam tekanan selepas pandemi COVID-19. Beberapa di antaranya bahkan bangkrut dalam dua ataupun tiga tahun belakangan lantaran tutup semasa pandemi.
Contohnya saja ada Hermes Place Medan yang ‘tumbang’ saat pandemi. Padahal, Hermes akan melakukan proses renovasi pada tahun 2019.
Teranyar, ada Ramayana Pringgan yang resmi ditutup permanen pada bulan Mei 2023 lalu. Diketahui, gedung pusat perbelanjaan ini sudah dialihkan ke Pemkot Medan lantaran pemilik tak mampu membayar biaya sewa.
“Memang itu milik Pemko Medan yang sudah habis masa pakainya 25 tahun. Kemudian pengelolanya tidak sanggup bayar uang sewanya ke Pemko Medan, per tahunnya mungkin mahal seperti Medan Mal ya. Di samping. Itu, penjualan Ramayana juga tidak terlalu mengangkat dengan banyaknya online yang harganya juga murah,” ungkap Penasihat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sumut Herri Zulkarnain, Senin (10/7/2023).
Herri menyebutkan, bisnis pusat perbelanjaan saat ini memiliki tantangan besar untuk dapat bertahan. Ia menyebutkan kondisi setelah pandemi tak jauh berubah dibandingkan pada masa pandemi.
“Sangat terasa, tidak seperti dulu lagi untuk mengambil keuntungan tinggi. Kalau sekarang yang penting itu untung itu bisa bayar sewa dan listrik kemudian bayar pegawai. Tidak seperti dulu, cuannya banyak, happy lah dulu. Dengan hal demikian, ini harus kita hadapi. Inilah sirkulasi bisnis yang dipuaskan itu kan konsumen, bisa memilih harga murah, barangnya berkualitas,” ujarnya.
Ada beberapa mal yang saat ini bak mati suri lantaran sepi pengunjung, seperti Hermes, Paladium, Lippo Plaza, maupun Focal Point. Ia menyebut penjualan beberapa mal di Medan masih tertekan.
“Banyak juga yang mati seperti Hermes, Paladium pun mati. Paladium ini sebenarnya masih tetap beroperasi karena buka terus pintu utamanya cuma masing-masing tokonya sudah dijual. Siapa yang mau datang ke sana, AC-nya dimatikan, ya toko-toko itu kan kasihan. Mereka mungkin ada online-nya, offline ya di Paladium. Medan Mal juga tidak begitu bagus juga penjualan, kita lihat juga Lippo Plaza juga tidak terlalu laku, hanya makanan saja yang laku, lainnya mana jalan,” tuturnya.
Melihat hal ini, Herry menyebutkan pelaku bisnis di mal perlu mengatur strategi untuk dapat bertahan maupun bersaing baik secara offline maupun online. Di antaranya memberikan promo-promo menarik untuk memancing pembeli berbelanja untuk masing-masing tenant.
“Di sini lah namanya pasar modern harus berpikir bagaimana strateginya untuk mendatangkan konsumen di tengah persaingan cukup berat ditambah online. Kita bisa menyikapinya, kalau online ini kan sering barangnya tak sama dengan yang diinginkan, tapi kalau offline bisa coba dan dilihat. Tapi buatlah daya tariknya seperti diskon dan promonya. Itulah persaingan yang harus dihadapi,” ucap Herri. (detik)