seputar-Medan | Politisi yang juga mantan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, MS Kaban mengkhawatirkan Indonesia akan menjadi salah satu negara penyumbang pemanasan global. Hal itu dipicu terwujudnya kerja sama Pemerintah RI-Republik Rakyat Tiongkok untuk membuka 1 juta hektare lahan pertanian di Kalimantan Tengah.
“Kita harus ingat, kalau ada pembukaan lahan pertanian 1 juta hektare tentunya itu akan berpotensi naiknya suhu panas,” tegas MS Kaban di Forum Diskusi Anak Sumut terkait Pemberian Satu Juta Hektare Lahan Pertanian kepada Rakyat Tiongkok, di Namira Kafe Jalan Sempurna Ujung, Medan, Kamis (30/05/2024).
Diskusi gelombang kedua itu kembali digelar Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumatera Utara diketuai Drs Gandi Parapat dengan menghadirkan narasumber MS Kaban dan Profesor Dr Togu Harlen Humbanraja. Para peserta yang hadir antara lain berasal dari dosen, pengamat politik, dan para awak media.
MS Kaban dalam kesempatan itu menilai bahwa wacana pemberian 1 juta hektare lahan pertanian kepada rakyat Tiongkok, masih sebatas obrolan semata. Artinya, belum ada tim khusus untuk menelaah pemberian tanah pertanian itu secara serius.
“Di satu sisi dengan adanya pembukaan lahan tersebut akan memberikan pemasukan bagi devisa negara. Tapi, di sisi lain pembukaan lahan itu akan memicu potensi pemanasan global. Itu juga masalah pilihan. Saya melihat cara berpikir pemerintah sekarang terlalu cepat mengambil keputusan. Kalau itu bernuansa uang, cepat sekali menyetujui pemberian lahan pertanian tersebut,” ujar MS Kaban.
MS Kaban di bagian lain juga mengaku tidak akan bisa membayangkan kalau pemberian 1 juta hektare lahan pertanian tersebut akan berdampak signifikan terhadap rakyat Indonesia, karena berkurangnya kawasan hutan.
“Apalagi pembukaan lahan pertanian itu tidak melalui kajian akademik, dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya yang besar,” tegas MS Kaban.
Pendapat senada dikemukakan Gandi Parapat selaku Koordinator Wilayah Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia Sumut. Sejak awal dia menegaskan pihaknya tidak setuju dengan statement yang dibuat pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut bahwa Indonesia akan menggandeng Tiongkok untuk mengembangkan pertanian di Kalimantan Tengah dengan memberikan lahan persawahan seluas 1 juta hektare.
“Selanjutnya PMPHI akan mengajukan keberatan kepada Pemerintah RI agar meninjau kembali statement yang sudah dibuat dengan Pemerintah Tiongkok,” kata Gandi.
Menurut Gandi, tidak hanya PMPHI, kalangan dosen seperti Prof Dr Togu Harlen Humban Raja, politisi Sumut dan pengamat perekonomian di Sumut dan komunitas elemen masyarakat lainnya juga menyatakan ketidaksetujuan atas kebijakan pemerintah yang mengandeng Pemerintah Tiongkok tersebut.
Para peserta diskusi gelombang kedua yang berlangsung tertib dan antusias itu, menghasilkan kesimpulan yaitu: pertama melihat sejarah ke belakang bukan 1 juta hektare, tapi sudah 10 juta hektare dikuasai Tiongkok, kedua fakta sesungguhnya pemberian lahan pertanian tersebut akan membawa bangsa baru di Kalimantan Tengah.
Ketiga, pemberian lahan pertanian kepada rakyat Tiongkok itu harus ada kajian akademisi yang bertujuan untuk mengatasi bencana, Keempat, pengalaman-pengalaman petani Indonesia harus diberi keleluasaan untuk mengelola lahan pertanian, Kelima, kesenjangan kepemilikan lahan pertanian sangat memprihatinkan, dan Keenam pemberian dan pembukaan lahan pertanian di Kalimantan Tengah akan memicu pemanasan global. (RIL)