seputar-Yogyakarta | Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengungkap ada pejabat yang mencoba menutup-nutupi bencana krisis pangan dan kelaparan yang melanda Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
“Kelaparan sudah tahu rakyatnya lapar, pejabatnya masih minta supaya tidak diumumkan ‘jangan lapar, itu hanya diare,” kata Muhadjir di Suara Muhammadiyah Tower, Kota Yogyakarta, Jumat (11/8/2023).
“Ya diare karena lapar, gitu,” lanjut Muhadjir menepis dalih para pejabat tersebut.
Muhadjir menjelaskan, visum dokter secara medis memang tak pernah menyatakan kematian seseorang akibat kelaparan. Akan tetapi, dalam kasus di Papua Tengah, penyebab kematian itu adalah dampak dari kelaparan.
Kata Muhadjir, diagnosis diare pemicu kematian itu adalah karena masyarakat mengonsumsi tanaman umbi-umbian yang membusuk imbas cuaca ekstrem penyebab kemunculan kabut es. Tanaman tersebut meski busuk dan penuh bakteri berbahaya pada akhirnya tetap dikonsumsi karena tidak ada pilihan lain.
“Ya meninggal lah dia. Lha kenapa kok makan umbi-umbian yang sudah membusuk, karena enggak ada yang tidak busuk. Kalau ada yang tidak busuk, kok makan yang busuk, pasti aneh itu kan,” kata Muhadjir.
“Gitu kok dibilang krisis pangan, kelaparan, enggak boleh. Sampai Sekda-nya ta telepon ‘gimana sih kok sampeyan bisa punya pernyataan bahwa itu bukan karena kelaparan tapi karena diare?’ (dijawab) ‘ha disuruh e, Pak Menko’,” lanjut Muhadjir menirukan percakapan dengan pejabat tersebut.
Muhadjir tak mengungkap sosok pejabat tersebut. Namun, dia tak habis pikir di situasi genting macam ini pemerintah daerahnya masih saja mementingkan dirinya sendiri.
“Ini mentolo (tega), gitu lho. Ketika rakyat sedang meregang nyawa, itu masih pingin cari-cari, khawatir kalau nanti dianggap tidak berprestasi,” keluh Muhadjir.
Mantan Mendikbud itu mengklaim situasi di lokasi bencana sudah lebih terkendali usai pihaknya bersama Kementerian Sosial dibantu TNI turun ke lokasi untuk mencarikan solusi seperti mengkaji varietas umbi-umbian yang cocok untuk wilayah tersebut serta pembangunan lumbung pangan.
BNPB menyatakan kekeringan akibat musim kemarau berkepanjangan yang diiringi cuaca dingin ekstrem di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, memicu gagal panen dan mengakibatkan enam orang meninggal.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyebut gagal panen membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makanan sejak 3 Juni 2023.
“Kekeringan itu juga menyebabkan warga setempat kesulitan mendapatkan air bersih hingga mengakibatkan enam warga yang meliputi lima orang dewasa dan seorang bayi meninggal dunia. Diduga dikarenakan diare dan dehidrasi,” kata Abdul dikutip dari Antara, Senin (31/7).
Enggan Pakai Rompi Antipeluru
Pada bagian lain Muhadjir Effendy mengisahkan pengalamannya meninjau lokasi terdampak bencana krisis pangan dan kelaparan yang rawan gangguan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Muhadjir bercerita dirinya diminta mengenakan rompi antipeluru saat melintasi jalur rawan konflik. Namun, ia menolak untuk memakainya.
“Saya turun sendiri kemarin ke lapangan dan itu kan daerah masih dianggap ‘merah’,” kata Muhadjir di Suara Muhammadiyah Tower, Kota Yogyakarta, Jumat (11/8).
“Itu disuruh pakai rompi yang tebal itu, (beratnya) enam kilo (kilogram), bawa rompi enam kilo. Saya enggak bisa bayangkan tentara itu jalan sampai ratusan kilo. Sudahlah, bismillah enggak usah pakai rompi, ya aman-aman saja, alhamdulillah,” sambungnya.
Muhadjir menyebut datang atas nama kemanusiaan sehingga dirinya yakin bakal disambut dengan baik. Namun, ia melarang Menteri Sosial Tri Rismaharini ikut turun ke lapangan.
Ia mengklaim situasi di lokasi bencana sudah lebih terkendali usai pihaknya bersama BNPB, Kementerian Sosial, dibantu TNI turun ke lokasi untuk mencarikan solusi untuk wilayah tersebut.
Menurutnya, pemerintah kini sedang menggagas terobosan atau solusi permasalahan mulai dari jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Solusi jangka pendek, kata Muhadjir, dengan mencukupi kebutuhan pangan di wilayah terdampak hingga tiga bulan ke depan menggunakan jalur darat.
Lalu solusi jangka menengah yakni memperpanjang landasan pacu atau runway Bandara Sinak di Kabupaten Puncak untuk tempat mendarat pesawat Hercules pengangkut bahan-bahan pangan serta material untuk membangun akses darat yang lebih baik.
Sedangkan solusi jangka panjang yakni mengkaji varietas umbi-umbian yang cocok untuk cuaca dataran tinggi.
“Kita akan mengkaji tentang varietas umbi-umbian yang cocok untuk wilayah itu. Terutama yang tahan ketika ada kabut es. Jadi yang sangat mematikan dan membikin busuk tanaman umbi-umbian yang sebagai makanan pokok mereka itu kabut es,” kata Muhadjir.
Sebelumnya, enam orang meninggal dunia karena kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti kejadian itu. Dia mengatakan musim salju di beberapa distrik membuat tanaman mati. (cnnindonesia)