seputar – Siantar | Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Pdt JRP karena terbukti melecehkan NAPS, yang tidak lain merupakan jemaatnya sendiri.
Persidangan berlangsung Selasa (16/1/2024) di PN Siantar dipimpin Hakim Ketua Renni Pitua Ambarita serta dua hakim anggota, Nasfi Firdaus dan Katharina Melati Siagian.
JRP sebelumnya dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia didakwa melanggar Pasal 6 huruf C dan Pasal 6 huruf a UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
JRP merupakan pendeta di salah satu lembaga gereja, sebelum ia dipindahtugaskan ke Depok. JRP bertugas melayani di Simalungun, gereja tempat korban beribadah.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), pada Oktober 2021, korban dan terdakwa bertemu di seputaran Jalan Cipto, Kecamatan Siantar Barat. Ketika itu, terdakwa pulang ke Kota Siantar untuk menghadiri rapat di kantor pusat lembaga gereja.
Setelah itu keduanya bertukaran nomor ponsel. Hingga akhirnya antara terdakwa dan korban membuat janji bertemu di Cafe Hordja, Jalan Wandelvat, Kecamatan Siantar Barat.
Korban saat itu berencana bertukar pikiran dan curhat terkait kehidupannya dengan terdakwa. Namun niat baik itu justru dimanfaatkan terdakwa untuk melakukan pelecehan.
Korban menemui terdakwa di Kafe Hordja. Di tempat itu juga diketahui terdapat penginapan yang disewa terdakwa selama berada di Kota Siantar.
Korban yang diajak masuk ke dalam kamar itu sontak terkejut. Rencana berdiskusi di tempat makan malah diajak ke ruangan terdakwa menginap. Di saat itu jugalah, kehidupan korban terasa hancur karena dilecehkan orang yang sebelumnya dihormatinya.
Setelah terjadi pelecehan itu, korban mengalami depresi dan sempat berniat bunuh diri. Ia kerap membenturkan tubuhnya ke tembok kamar.
Rupanya sikap aneh itu dirasakan kedua orangtuanya. Ayah korban kemudian memanggilnya dan meminta untuk bercerita apa yang telah dialami putrinya itu.
Korban kemudian menceritakan pelecehan seksual yang telah dialaminya. Sontak orangtuanya terkejut dan melaporkan kejadian itu ke pimpinan tertinggi lembaga gereja tempat terdakwa mengabdi.
Suatu hari, pimpinan tinggi gereja memanggil kedua belah pihak untuk merundingkan kejadian yang dialami korban. Ketika itu tidak ada jalan keluar yang disepakati hingga berakhir dengan saling klaim kebenaran masing-masing.
Terdakwa kemudian merasa difitnah sehingga membuat laporan pengaduan ke pihak kepolisian karena merasa nama baiknya dicemarkan yang membuatnya merasa dipermalukan.
Mendapat respon tidak baik dari terdakwa, keluarga korban kemudian membuat laporan ke Polres Siantar. Mereka mengadukan pelecehan seksual yang terjadi terhadap NAPS di Cafe Hordja.
Pihak Kepolisian kemudian memproses laporan korban. JRP ditetapkan sebagai tersangka, sementara laporan pencemaran nama baik yang dilaporkan tersangka dihentikan penyidik. (mistar)