Jakarta – Anak usaha PT Indofarma Tbk (INAF), PT Indofarma Global Medika (IGM) pailit. Nasib IGM dikhawatirkan sama seperti Sritex yang kini tutup dan karyawannya kena PHK.
“Kami sangat berharap jangan sampai terjadi Sritex kedua untuk IGM,” ujar Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya, Ridwan Kamil dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Aspirasi Masyarakat Dewan Perwakilan Rakyat (BAM DPR) di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
Ridwan menyebut sekitar 300 karyawan masih waswas menunggu nasib mereka ke depannya. Ia juga berharap pemerintah turut mengalihkan perhatian ke IGM seperti yang saat ini dilakukan ke Sritex.
“Makanya ini aneh ya, pemerintah ini Sritex dibela-belain, ini Indofarma padahal BUMN, Indofarma dan ini sudah setahun disuarakan,” tuturnya.
Di tengah pailitnya IGM, perusahaan juga diketahui memiliki tunggakan kepada para karyawan dan pensiunan. Ketua Pensiunan IGM, Jusup Imron Danu menyebut hak pensiunan IGM yang belum dibayar mencapai Rp 25 miliar. Sementara hak para karyawan aktif yang belum terbayat mencapai Rp 40 miliar.
Dengan begitu total kewajiban IGM mencapai Rp 65 miliar. Hak-hak yang dimaksud mencakup gaji terutang, pesangon, hingga tunjangan-tunjangan lainnya yang tidak dibayarkan perusahaan.
“Posisi karyawan yang pensiunan itu kurang lebih 250 orang dengan nilai outstanding yang belum dibayarkan hak-haknya hampir Rp 25 miliar dan itu berjalan sudah sekitar 3 tahun,” sebut Jusup.
Ia juga mengungkap tidak dibayarkannya iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) oleh anak usaha Indofarma itu. Padahal gaji karyawan dipotong setiap bulan namun uangnya tidak disetorkan sesuai peruntukannya.
“Dan yang lebih miris Jamsostek BPJSTK dan dana pensiun itu sudah disetorkan sebagian, sudah dipotong dari gaji karyawan tapi tidak disetorkan. Tadi kata DPR itu masuk ranah pidana, tapi kami masih menahan diri untuk melapor,” ujarnya.
Di sisi lain, Jusuf juga mengaku khawatir dengan aset IGM yang disebutnya tak akan cukup membayar hak karyawan dan pensiunan. Tercatat nilai aset yang ada hanya Rp 23 miliar, sementara total yang harus dibayarkan mencapai sekitar Rp 65 miliar.
“Itu yang kami khawatirkan antara aset sama hak karyawan itu masih sangat jauh. Asetnya itu yang bisa dijual Rp 23 miliar, sedangkan hak karyawan Rp 25 miliar sama Rp 40 miliar. Jadi kurang lebih Rp 65 miliar. Dengan aset Rp 23 miliar, peran dari Bio Farma, Indofarma dan Pemerintah diharapkan ikut membantu,” tutupnya. (detik)