seputar – Yogyakarta | Puluhan orang mengatasnamakan diri mereka Warga Jogja Pro Demokrasi menggelar sebuah aksi teatrikal di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bentuk protes atas pelaksanaan Pemilu 2024, Selasa (20/4).
Peserta menggelar aksi ‘Sinau Matematika Bersama KPU’ atau belajar matematika bersama KPU. Sebagian dari mereka memerankan para murid SD Negeri Koplak yang tak pandai berhitung, sementara satu orang bermain peran sebagai guru.
“Siji tambah siji piro, patangatus!” (satu tambah satu berapa, empat ratus!),” kata seorang murid di depan papan tulis.
Setelah lama menunggu, tiba sang guru yang kemudian mengajarkan cara berhitung secara benar. Kelas diakhiri dengan nyanyi bersama oleh para siswa.
Siji telu telu (satu tiga tiga)
Tangane sedeku (tanganya sedekap)
Mirengake pak guru (mendengarkan pak guru)
Jo manut KPU (Jangan nurut KPU)
Papat nuli limo (empat lalu lima)
Lenggahing sg toto (duduknya ditata)
pemilune negoro (pemilunya negara)
Hasil wes ditoto (hasil sudah diatur)
“KPU itu Komisi Pitingane Uawur-awuran (Komisi Hitungan Ngawur),” pekik salah satu siswa.
“Dudu (bukan), KPU kui Kepunyaan Paman Usman,” sahut murid lainnya.
Pada plakat SD Negeri Koplak, mereka mencantumkan ‘Program Kejar Paket Kekuasaan’. Meliputi, belajar cara cepat mengubah konstitusi; belajar kiat mudah meraup suara pemilu; belajar cuek meskipun melanggar etika; belajar memperalat aparat untuk kepentingan dinasti politik keluarga dan kelompok; dan belajar melanggengkan kekuasaan.
Agus Becak selaku koordinator acara menyebut massa yang hadir bukanlah partisan. Aksi semata digelar untuk menyuarakan perlawanan atas segala bentuk dugaan kecurangan yang terjadi sepanjang tahapan pelaksanaan pemilu dan pilpres 2024.
Bagi mereka, alih-alih meminimalisir ketegangan politik dari persaingan, pemilu kali ini justru memantik ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja KPU dan Bawaslu.
Penyebabnya beragam, mulai dari banyaknya temuan kertas suara yang sudah dicoblos, kurangnya kertas suara, maraknya politik uang, dan paling baru dugaan kejanggalan dalam proses rekapitulasi penghitungan suara.
Agus berujar, pihaknya mempermasalahkan sistem rekapitulasi suara pemilu atau Sirekap yang tiba-tiba secara ajaib menaikkan suara pasangan calon pilpres tertentu. Bahkan, banyak kasus ditemukan perolehannya melampaui jumlah pemilih.
“(Aksi teatrikal) ini sebagai bentuk bahwa kami perlu mengajari KPU seluruh Indonesia belajar kembali matematika SD,” ujar Agus.
Pihaknya berharap KPU dapat melakukan penghitungan rekapitulasi suara dengan benar. Mereka pun mendesak pemilu ulang jika segala dugaan kecurangan akhirnya terbukti.
“Kami menuntut pemilu jurdil sesuai dengan konstitusi kita. Kalau terbukti kecurangan mohon pemilu diulang kembali,” ucap Agus.
Aksi pun diakhiri dengan penyerahan secara simbolis buku pelajaran matematika kepada Ketua KPU DIY Ahmad Shidqi. Ahmad pun mengapresiasi aksi ini yang ia anggap sebagai sebuah bentuk partisipasi masyarakat dalam mengawal pemilu.
“Ini bentuk perhatian masyarakat atas penyelenggaraan pemilu, bukan cuma saat pencoblosan tapi juga setelahnya mengawal,” ujar Ahmad. (CNN)