seputar – Jakarta | Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) melaporkan pimpinan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan 204 juta data pemilih yang bocor. KAMMI mengaku kecewa akan kinerja KPU, dan menilai ada unsur kelalaian dan kegagalan dalam memitigasi kebocoran data.
“KPU sebagai pengendali server atau sistem jaringan bertanggungjawab penuh memberikan rasa aman bagi para pemilih. Apalagi sudah ada Undang-undang Perlindungan Data Pribadi,” kata Bendahara Umum PP KAMMI sekaligus Ketua Satgas Jaga Demokrasi Asnawir Nasution, dalam keterangannya, Kamis (7/12/2023).
“Yang di dalamnya berisi segala upaya harus dilakukan untuk melindungi data pribadi individu dalam rangkaian pemrosesan atau pengelolaan data pribadi untuk menjamin hak konstitusional subjek data pribadi,” imbuh Asnawir.
Sementara itu rekannya, Ketua Bidang Politik Hukum dan Keamanan PP KAMMI Rizki Agus Saputra, menilai KPU melakukan perbuatan melawan hukum karena data-data yang diduga bocor berisi NIK, nomor Kartu Keluarga, nomor paspor dan identitas diri lainnya.
“KPU telah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu Pasal 15 dan 16 mengenai prinsip profesionalitas dan akuntabilitas berdasarkan Peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2017. Sebagai lembaga negara, KPU seharusnya memiliki mekanisme atau uji coba sebelum tahapan pemilu ini terlaksana,” tutur Rizki.
Rizki menyebut pada Pemilu 2019 sudah terjadi kerusakan pada sistem informasi penghitungan suara. Menurut dia harusnya KPU menjadikan hal tersebut bahan evaluasi.
“Rusaknya sistem informasi penghitungan suara (situng) pada Pemilu 2019 bisa menjadi contoh resiko yang akan terjadi jika masalah ini terus dibiarkan, apalagi banyak dokumen penting yang diunggah melalui aplikasi Sipol KPU,” pungkas dia. (detik)