Jakarta – Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI membahas tiga klaster utama dalam rapat Panja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah di Jakarta.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI sekaligus Ketua Komisi I DPR Utut Adianto menjelaskan tiga klaster dimaksud, yakni kedudukan Kementerian Pertahanan dan TNI, lingkup baru tempat TNI boleh tetap aktif, dan soal usia prajurit.
“Tiga itu saja, tidak ada yang lain,” ujar Utut kepada awak media saat ditemui di sela rapat, Sabtu (15/3).
Utut menuturkan seluruh klaster dalam RUU TNI tersebut dibahas satu per satu, pasal demi pasal secara seksama. Namun, ia belum bisa mengatakan seberapa jauh pembahasan sudah berlangsung.
Salah satu hal yang masih dibahas lebih dalam adalah mengenai operasi militer selain perang yang rencananya ditambah menjadi 17.
“Satu per satu ini kami teliti. Yang saya pastikan kalau orang seperti saya, saya bertanggung jawab soal ini,” ucapnya.
Mengenai target pengesahan RUU TNI, Utut mengatakan DPR tidak memiliki target tersendiri. Dia bilang pihaknya menunggu kesiapan dari pemerintah, terutama Menteri Pertahanan, Menteri Hukum, Menteri Keuangan, dan Menteri Sekretaris Negara.
Menurutnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sempat berharap RUU TNI bisa disahkan pada masa sidang kali ini, yakni sebelum reses pada 21 Maret mendatang.
“Kalau memang pemerintah siap, ya kami siap, kita rapat kerja. Bukannya berarti ngejar target, yang penting sudah dibahas dengan sebaik-baiknya,” tuturnya.
Rapat Panja RUU TNI berlangsung sejak Jumat (14/3) dan direncanakan hingga Minggu (16/3). Rapat Panja itu sempat digeruduk perwakilan koalisi sipil yang mengkritik pembahasan tertutup dan dilakukan di hotel pada Sabtu
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 18 Februari 2025, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Pembahasan RUU TNI diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025 didasarkan atas Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Dengan begitu, RUU tersebut menjadi usul inisiatif dari pemerintah.
Sakiti Rakyat
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik keras langkah Panitia Kerja Revisi UU TNI dan pemerintah membahas perubahan UU 34/2004 tentang TNI di hotel mewah, Fairmont, Jakarta, selama dua hari terakhir.
Menurut koalisi sipil pembahasan yang kebut bahkan sampai dibahas di hotel mewah bintang 5 pada akhir pekan ini menunjukkan pemerintah dan DPR menyakiti hati rakyat.
“Di tengah sorotan publik terhadap revisi Undang-Undang TNI, Pemerintah dan DPR justru memilih membahas RUU ini secara tertutup di hotel mewah pada akhir pekan. Kami memandang langkah ini sebagai bentuk dari rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara,” demikian pernyataan koalisi sipil yang diterima Sabtu (15/3) malam.
Koalisi itu terdiri atas sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat sipil seperti Imparsial, YLBHI, Walhi, KontraS, Setara Institute, AJI Jakarta, hingga BEM SI. Pada Sabtu ini pun ada perwakilan koalisi sipil yang datang ke hotel mewah tersebut dan melakukan aksi di depan ruang yang dipakai pembahasan RUU TNI.
Mereka menilai pembahasan yang tertutup dan dilakukan di hotel bintang lima di Jakarta pada akhir pekan ini telah menunjukkan buruknya komitmen transparansi dan partisipasi publik, serta bertentangan dengan langkah efisiensi anggaran. Mereka menyebut apa yang terjadi saat ini sebagai langkah ‘omon-omon’ belaka saat sektor-sektor penting justru dipotong dengan dalih ‘efisiensi anggaran’.
“Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah ini tidak hanya menunjukkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik, tetapi juga bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sedang didorong oleh pemerintah,” kata mereka.
“Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan hanya ‘omon-omon’ belaka di tengah upaya efisiensi anggaran, serta mendorong penghematan belanja negara, bahkan mengurangi alokasi dana untuk sektor-sektor penting, termasuk pendidikan dan kesehatan. Namun ironisnya, di saat yang sama, DPR dan pemerintah justru menggelar pembahasan RUU TNI di hotel mewah, yang tentunya menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar, Hal ini merupakan bentuk pemborosan dan pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan demokrasi,” imbuh mereka.
Atas dasar itu mereka mengecam keras pelaksanaan pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam di hotel mewah karena minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Apalagi, sambungnya, pelaksanaan pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan alam waktu yang singkat di akhir masa reses DPR. DPR diketahui akan reses pada 21 Maret mendatang sebelum lebaran Idulfitri 2025 yang diperkirakan jatuh akhir bulan ini.
“Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia,” tegas mereka.
Menurut mereka, secara substansi, RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia. Selain itu, mereka melihat dari perkembangan pembahasan RUU TNI hingga Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah disetor pemerintah justru berpotensi mengembalikan dwifungsi militer.
“Selain itu, agenda revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dimana militer aktif akan dapat menduduki jabatan-jabatan sipil,” demikian pernyataan mereka.
“Perluasan penempatan TNI aktif di jabatan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda,” imbuhnya.
Oleh karena itu, mereka menolak pembahasan revisi UU TNI saat ini karena masih mengandung bakal pasal-pasal yang bermasalah.
“Kami menolak draf RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan Pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia,” tegas mereka.
Sebelumnya, Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan soal pembahasan RUU TNI dilakukan akhir pekan ini di hotel bintang lima, Fairmont, Jakarta. Menurut Indra itu tak melanggar aturan dari Tata Tertib DPR.
Indra menjelaskan sesuai aturan Tata Tertib DPR Pasal 254, kegiatan rapat yang sangat mendesak diperbolehkan dilakukan di luar Gedung DPR.
Menurutnya, pelaksanaan rapat Panja RUU TNI tersebut juga telah disetujui oleh Pimpinan DPR untuk dilakukan di luar. Ia mengaku langsung mencari lokasi yang sesuai dan hanya tersisa Hotel Fairmont.
“Teman-teman Sekretariat itu menjajaki beberapa hotel, ada 5-6 hotel, tapi yang tersedia itu satu ya, pertimbangannya yang tersedia dengan format Panja RUU ini,” tuturnya kepada wartawan, Sabtu.
Meskipun dilakukan di Hotel Fairmont, Indra mengklaim telah ada kerja sama khusus antara pihak hotel dengan DPR sehingga mendapatkan penawaran harga khusus dan terjangkau.
“Pertimbangan kedua hotel yang punya kerja sama government rate dengan kita yang harganya terjangkau,” jelasnya.
Indra menambahkan dengan intensitas rapat tinggi dibutuhkan tempat istirahat bagi peserta Panja RUU TNI.
“Karena ini sifatnya maraton dan simultan dengan tingkat urgensitas tinggi, memang harus dilakukan di tempat yang ada tempat istirahat,” ujarnya.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebelumnya mengaku telah menugaskan Sekjen Kemenhan untuk ikut terlibat pembahasan RUU tersebut bersama DPR. Pihaknya ingin agar RUU TNI selesai sebelum masa reses DPR.
Sjafrie mengatakan ada empat poin pokok objek perubahan RUU TNI yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista.
Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas non militer di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur batas usia pensiun TNI.
Namun, Sjafrie menegaskan revisi hanya akan menyasar tiga pasal. Masing-masing Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan TNI di institusi sipil, dan Pasal 53 terkait masa pensiun. (CNN)