seputar – Jakarta | Kuasa hukum empat pengurus PT Venus Inti Perkasa (VIP), Andy Inovi Nababan tak setuju kasus korupsi dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang menjerat kliennya disebut merugikan negara Rp300 triliun. Menurutnya ada kesalahan dalam penentuan angka tersebut.
Hal itu disampaikan Andy Inovi setelah berkas kasus korupsi timah 13 tersangka dilimpahkan tahap dua oleh tim penyidik Kejaksaan Agung ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2024).
Kejagung sudah menetapkan 22 tersangka dalam kasus tersebut. Empat di antaranya ialah pengurus PT Venus Inti Perkasa masing-masing berinisial TN, AA, BY dan HC.
Andy menilai penggunaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7 Tahun 2014 dalam menghitung kerugian negara dalam kasus menjerat kliennya sebagai tindakan sewenang-wenang.
“Angka itu belakangan berulang kali ditegaskan adalah kerugian ekologis yang dipakai adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, tapi untuk tindak pidana korupsi ini sudah salah kamar pak,” kata Andy di Jakarta Selatan.
Dia menilai bahwa penerapan Permen LHK itu untuk menghitung kerugian rill atas dugaan perbuatan tindak pidana korupsi tidak tepat. Bahkan hal itu merupakan tindakan sewenang-wenang.
“Penggunaan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2014 untuk menghitung kerugian riil dari suatu perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana korupsi adalah tindakan sewenang-wenang dan zalim, terutama dengan mengatasnamakan lingkungan hidup. Ini adalah kekeliruan fatal dalam berpikir. Metode perhitungan ini kami anggap keliru dan tidak bisa digunakan untuk menjerat CV VIP dalam kasus tipikor,” kata Andy.
Dia menyebut bahwa Permen LHK 7 Tahun 2014 dibuat untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa perdata lingkungan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Negara bertindak sebagai wali lingkungan karena lingkungan tidak dapat bertindak untuk dirinya sendiri.
“Peraturan ini bertujuan agar siapa pun yang merusak lingkungan dapat digugat dan bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan. Kami mempertanyakan bagaimana penyidik menggunakan metode perhitungan ekologis sebagai kerugian riil,” jelasnya.
Dia juga menilai Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk menentukan dan menghitung kerugian lingkungan hidup. Penentuan dan penghitungan Permen LHK No. 7/2014 seharusnya dilakukan oleh pejabat di KLHK.
“Pejabat eselon I atau II dari instansi lingkungan yang berwenanglah yang berhak menunjuk ahli untuk menghitung kerugian lingkungan.
Menurut kami, bukti penghitungan kerugian lingkungan hidup tersebut cacat hukum dan tidak memiliki nilai pembuktian,” pungkasnya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menyebut kasus dugaan korupsi IUP PT jumlah tersebut lumayan fantastis mencapai lebih dari Rp300 triliun. Total kerugian tersebut diketahui setelah penyidik melakukan kolaborasi bersama dengan BPKP dan ahli kerugian rii terkait dengan ekologis, ekonomis, dan rehabilitasi lingkungan.
“Perkara timah ini hasil perhitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp271 T dan ini adalah mencapai sekitar Rp300 triliun,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin, Rabu 29 Mei 2024. (sindo)