seputar-Jakarta | Monumen Nasional (Monas) terkenal dengan bentuknya yang menyerupai api berkobar berlapis emas seberat 38 kg di puncaknya dan 28 kg emas diantaranta merupakan sumbangan Teuku Markam, pengusaha sukses asal Aceh.
Dilansir dari laman Badan Sertifikasi Kadin DKI Jakarta, Minggu (4/8/2024), Monas mulai dibangun sejak Agustus 1959. Pembangunan monas dilakukan untuk mengenang semangat juang bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Monas terkenal luas dengan lidah apinya yang menyala di puncaknya. Lidah api itu dibuat dari perunggu dengan total berat mencapai 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan diameter 6 meter. Lidah api Tersebut dibagi menjadi 77 bagian yang disatukan.
Keseluruhan bagiannya berlapiskan emas seberat 28 kg, dan asal emas itu dari seorang filantropi Aceh bernama Teuku Markam.
Teuku Markam diketahui adalah seorang pengusaha kaya dan menjadi salah satu orang terkaya Indonesia pada zamannya.
Teuku Markam diasumsikan lahir pada tahun 1925 dan memiliki garis keturunan bangsawan (uleeebalang) di Aceh. Di usia remaja, Teuku Markam mulai menjalani pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh) dan tamat sebagai Letnan Satu. Setelah itu, Teuku Markam menjadi anggota Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ambil bagian dalam pertempuran Medan Area di Tembung, Sumatera Utara.
Selanjutnya Teuku Markam pun ditugaskan ke Bandung sebagai ajudan Jenderal Gatot Subroto. Teuku Markam dikenalkan pada Soekarno. Pada saat itu soekarno sedang mencari pengusaha pribumi yang dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 1957, Teuku Markam pulang ke kampung halamannya Aceh pada saat ia memiliki pangkat kapten, dia mendirikan perusahaan PT Karkam.
Teuku Markam pernah ditahan karena berselisih dengan Teuku Hamzah, Panglima Kodam Iskandar Muda. Namun, ia dibebaskan pada 1958 dan segera kembali ke Jakarta sambil membawa PT Karkam.
Perusahaan itu diberi kepercayaan oleh pemerintah Orde Lama untuk mengurus rampasan perang. Pembayaran yang secara paksa dituntut oleh negara pemenang perang kepada negara yang kalah perang sebagai kompensasi atas kerugian material.
Teuku Markam memiliki aset berupa kapal dan sejumlah galangan kapal di beberapa wilayah, Seperti Palembang, Medan, Jakarta, Makasar, dan Surabaya. Bisnisnya meluas, ia terjun dalam bisnis import – export dengan beberapa negara. Seperti import mobil Toyota Hardtop dari Jepang, plat baja, besi beton dan senjata dengan persetujuan dari Departemen Pertahanan dan Keamanan serta Presiden Soekarno.
Di lain sisi menjadi salah satu sumber APBN tertinggi. Hasil bisnis pria asal Aceh itu berhasil mengumpulkan emas seberat 28 kg untuk ditempatkan di puncak Monas. Tak hanya itu, kontribusi lainnya berupa membebaskan lahan bagi proyek di Istora Senayan, membantu pembangunan infrastruktur Aceh dan Jawa Barat. Rekonstruksi jalan di pesisir timur Aceh dan seterusnya.
Teuku Markam telah menjadi seorang Konglomerat Indonesia yang dikenal dekat kepada pemerintahan orde lama dan beberapa pejabat. Pada zaman pemerintahan Sukarno, nama Teuku Markam sangat luar biasa terkenal, bahkan disebut sebagai ‘Kabinet Bayangan’ Orde Lama.
Sayangnya, kedekatannya dengan seorang Soekarno telah membuat nasibnya berubah drastis di era Presiden Soeharto. Markam ditahan dan dijebloskan ke dalam sel penjara karena diduga terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tidak hanya mendekam di penjara, penderitaan Markam juga meliputi pengambilalihan perusahaan miliknya oleh pemerintah, yang kemudian menjadi cikal bakal BUMN PT Berdikari (Persero). Tragisnya, tidak ada harta yang ditinggalkan untuk keluarga dan anak-anaknya.
Dia awalnya ditahan di Budi Utomo, kemudian dipindahkan ke Guntur, dan dipindahkan lagi ke penjara Salemba di Jl Percetakan Negara.
Selanjutnya, ia dipindahkan ke Cipinang, dan terakhir ke Nirbaya, penjara untuk politikus di Pondok Gede, Jakarta Timur.
Di tahun 1972, Teuku Markam mengalami sakit dan harus dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang dari dua tahun. Setelah masa tahanannya berakhir, hidupnya tidak kunjung membaik, dan ia sering dihina karena dicap sebagai antek PKI. (okezone)