Jakarta – Tren pernikahan Tiongkok turun. Data terbaru menunjukkan, jumlah pernikahan baru turun sampai level terendah sejak pencatatan dimulai pada sekitar 1980-an.
Perekonomian Tiongkok makin terancam akibat angka kelahiran yang menurun. Tantangan ini semakin nyata sebab jumlah pernikahan baru yang tercatat bakal turun ke level terendah.
Melansir dari CNN, Kementerian Urusan Sipil mencatat, ada sekitar 4,74 juta pasangan mendaftarkan pernikahan mereka pada tiga kuartal pertama di 2024. Angka ini turun sebesar 16,6 persen dari yang tercatat di periode yang sama tahun lalu yakni 5,69 juta pasangan.
Tren pernikahan Tiongkok turun sesuai prediksi para ahli demografi Tiongkok. Tren penurunan dimulai pada 2013 dengan lebih dari 13 juta pernikahan baru.
Angka pernikahan jelas memengaruhi angka kelahiran. Di Tiongkok, norma sosial dan peraturan pemerintah membuat pasangan yang tidak menikah sulit memiliki anak.
Serangkaian langkah pun dilakukan demi melawan tren pernikahan Tiongkok turun. Negara meluncurkan berbagai program termasuk insentif finansial dan kampanye propaganda agar kaum muda menikah dan memiliki anak.
Pejabat Tiongkok juga menyelenggarakan acara kencan buta, pernikahan massal, dan upaya membatasi tradisi pembayaran ‘mahar’ yang besar. Di daerah pedesaan, pernikahan jadi tidak terjangkau karena mahar begitu besar.
Pun sejak 2022, Asosiasi Keluarga Berencana Tiongkok telah meluncurkan program percontohan untuk ‘menciptakan budaya pernikahan dan melahirkan era baru’. Mereka melibatkan puluhan kota untuk promosi nilai sosial melahirkan dan mendorong kaum muda menikah di usia yang tepat.
Akan tetapi, kebijakan ini gagal. Tren pernikahan di Tiongkok tetap turun.
Kaum muda Tiongkok bergulat dengan angka pengangguran, biaya hidup tinggi, dan dukungan kesejahteraan sosial yang kurang. Sebagian menunda pernikahan dan memiliki anak, sementara sebagian lain memilih menghindarinya.
Tak hanya Tiongkok, sejumlah negara juga berjuang menaikkan angka kelahiran seperti Jepang dan Korea Selatan. (CNN)