seputar-Jakarta | Sejumlah komika Indonesia ikut turun ke jalan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, untuk menolak pengesahan Revisi UU Pilkada yang juga dikenal sebagai gerakan Peringatan Darurat Indonesia.
Partisipasi deretan komika itu dikonfirmasi dalam video terbaru yang diunggah Adjis Doaibu. Presiden Stand Up Indo itu membagikan video yang memperlihatkan sejumlah komika tengah bersiap di kawasan dekat Gedung DPR.
“Sudah ready ‘tamasya’ di Senayan,” ucap Adjis Doaibu dalam video yang diunggah pada hari ini, Kamis (22/8).
Dalam video itu, Adjis memperlihatkan suasana di sekitarnya. Beberapa komika hit terlihat hadir dan bersiap mengikuti aksi demonstrasi tersebut.
Beberapa di antaranya, Abdur Arsyad, Arie Kriting, Abdel Achrian, Bintang Emon, Arif Brata, Yudha Keling, hingga Rigen Rakelna. Komika lainnya dari komunitas Stand Up Indo juga terlihat ikut berkumpul.
Rombongan Adjis dkk itu terlihat kompak memakai baju berwarna hitam, topi, hingga kaca mata hitam. Beberapa juga membekali diri dengan membawa tas ransel untuk demonstrasi tersebut.
Sejumlah musisi, komedian, hingga penulis sebelumnya telah melempar sinyal akan ikut aksi di depan gedung DPR pada Kamis (22/8) untuk menunjukkan aksi solidaritas menolak pengesahan revisi UU Pilkada.
Aksi ini digelar untuk menolak kesepakatan rapat Panja Baleg DPR pada Rabu (21/8) kemarin karena dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/8).
Demonstrasi besar ini dipicu manuver DPR menganulir putusan MK soal syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah.
DPR, alih-alih mengikuti putusan MK, justru menggelar pembahasan revisi UU Pilkada. Dua poin dalam revisi itu terang-terangan tidak merujuk pada putusan MK.
Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
DPR sepakat partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya. Padahal, putusan MK telah menggugurkan syarat tersebut.
Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.
Terbaru, DPR menunda gelaran paripurna pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada atau RUU Pilkada karena pimpinan DPR belum mendapat kuorum kesepakatan.
Deretan Seruan
Demo Darurat Indonesia di depan DPR pada 23 Agustus tak hanya diikuti mahasiswa. Banyak selebritas dan pegiat seni ikut bersuara hingga turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada dalam rapat paripurna DPR.
Revisi UU Pilkada itu dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD dan syarat usia cagub harus berumur 30 tahun saat penetapan calon.
Panja RUU Pilkada DPR RI justru menafsirkan putusan MK dengan menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai itu hanya berlaku ke partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Delapan fraksi lainnya menyetujui hal itu. Fraksi yang setuju pengesahan revisi UU Pilkada adalah Partai Gerindra, PAN, PKS, Partai NasDem, PKB, PPP, Partai Golkar, dan Partai Demokrat.
Pada Kamis (22/8) malam, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa DPR batal menggelar sidang paripurna pengesahan revisi UU Pilkada karena syarat kuorum tidak terpenuhi.
Dasco juga mengatakan tidak cukup waktu untuk kembali menggelar paripurna, karena pendaftaran Pilkada 2024 akan dimulai pada 27 Agustus mendatang, sehingga syarat pencalonan peserta Pilkada yang digunakan akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Beberapa artis terus aktif menyuarakan dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap mengawal perkembangan situasi untuk memastikan putusan Mahkamah Konstitusi berlaku.
Reza Rahadian
Reza Rahadian menjadi salah satu artis yang ikut demo depan DPR pada 22 Agustus. Tak hanya demo, ia juga berorasi di tengah-tengah peserta aksi yang lain dan mengutarakan kekhawatirannya.
“Ini bukan negara milik keluarga tertentu,” kata Reza. “Saya miris melihat ini semua.”
Ia juga meminta publik untuk tetap mengawal polemik revisi UU Pilkada oleh DPR RI. Hal ini karena segala sesuatu bisa terjadi bila publik lengah.
“Saya juga tidak memprediksi, tetapi mungkin malam ini, mungkin besok,” ujar Reza kepada CNN Indonesia TV pada Kamis (22/8) saat ikut Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka.
“Upaya untuk tidak lengah, untuk mencoba terus mengawal ini semua mudah-mudahan kita masih bisa bersama-sama. Artinya, selagi masih bisa diperjuangkan kenapa tidak.”
Fedi Nuril
Fedi Nuril menjadi satu dari banyak selebritas yang turut menggemakan Peringatan Darurat di media sosial pada Rabu (21/8) di media sosial.
Gambar tersebut viral saat Badan Legislasi (Baleg) DPR diduga sat-set mengakali aturan Pilkada 2024 yang dinilai kesepakatannya bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dulu, KPU langsung bergerak mengesahkan sampai kena peringatan keras terakhir dari Bawaslu. Giliran MK kemarin sama soal umur dan threshold, KPU bilang ‘diskusi dulu dengan pemerintah dan DPR,'” kata Fedi Nuril.
“Kenapa giliran ini diskusi dulu? Yang kemarin kayaknya gercep banget,” sindir sang aktor.
“Rapat [di DPR] juga diloloskan dengan sangat cepat padahal ada RUU yang bertahun-tahun tidak diomongin,” ucapnya sambil menambahkan, “Yang paling jadi trigger itu kesannya kami semua bodoh.”
Joko Anwar
Sutradara sekaligus penulis naskah Joko Anwar ikut turun ke jalan menyuarakan penolakan pengesahan revisi UU Pilkada pada Kamis (22/8). Ia juga sempat mengabadikan situasi para warga ketika sedang menyanyikan Indonesia Raya.
Dalam unggahan di media sosial, ia menegaskan rakyat tidak akan pernah diam sehingga pemerintah diperingatkan untuk tidak bermain-main dengan rakyat.
“Jangan main-main dengan rakyat. Kemarahan kami terbukti dahsyat sepanjang sejarah manusia,” tulis Joko Anwar di X atau Twitter, Kamis (22/8).
“Kami tidak bodoh. Kami tidak akan diam. Kami ada,” ia menegaskan.
Bintang Emon
Bintang Emon menyuarakan keresahannya saat berorasi dalam demo di depan Gedung DPR, Kamis (22/8). Bintang bersama komika lainnya menyerukan publik melawan kebijakan yang mencederai demokrasi di Indonesia.
“Kita dianggap tolol, ketika dianggap tolol, kita harus lawan. Berikan kami kompetisi yang baik untuk menghasilkan pemimpin yang baik untuk kita,” lanjutnya.
“Tadi ada titipan dari teman-teman di bawah. Buat teman-teman yang enggak bisa hadir di sini, tanamkan ini dalam kepala kalian, kalau belum umur 30 jangan nyalon dulu, jangan ya dek ya. Hidup rakyat!” katanya.
Abdur Arsyad
Abdur Arsyad menjadi salah satu yang ikut berorasi saat demo di depan DPR. Momen itu dipastikan untuk membantu menyalurkan suara dari seluruh masyarakat, bukan menampilkan aksi-aksi lucu.
“Ingat kita kawal putusan MK, harusnya yang sudah ditetapkan oleh MK seperti kata presiden di beberapa bulan lalu, yakni sudah final dan kita taati, maka harus itu juga yang dia katakan hari ini,” kata Abdur Arsyad.
“Mari kita kawal bersama, mudah-mudahan KPU menuruti apa yang diputuskan MK, bukan yang diputuskan orang-orang di dalam sana [DPR] itu. Jadi mari kita kawal,” ia menegaskan.
Mamat Alkatiri
Selain Abdur Arsyad, Mamat Alkatiri juga berorasi dan menyuarakan supaya masyarakat Indonesia bersatu mengawal putusan Mahkamah Konstitusi dan menolak pengesahan revisi UU Pilkada.
“Saya cuma minta kita jangan lagi mau dipecah belah oleh mereka, kita tinggalkan segala ego dalam diri kita, kita bersatu, karena mereka takut kalau kita bersatu,” kata Mamat Alkatiri.
“Selama ini mereka memecah belah kita, seluruh agenda mereka, mereka masukkan dan goal goal saja iya kan? Jadi setuju tidak kita harus bersatu? Bersatu rakyat Indonesia! Hanya ada satu kata, lawan!”
Ananda Badudu
Ananda Badudu menjadi salah satu yang aktif menggunakan media sosialnya untuk terus menyuarakan kawal putusan MK. Tak hanya itu, ia juga kerap meminta para peserta aksi untuk saling memeriksa satu dengan yang lain.
“Jangan mau dibodoh-bodohi. Tanpa konpers ini pun semua tahu ‘jika’ tidak ada pengesahan, maka DPR ikut MK. Terus kalau ‘jika’ ada pengesahan gimana?” tuturnya.
“Jangan mau dikadalin dengan bahasa bahasa bersayap. Lawan sampai menang!!” (cnnindonesia)