Medan, SeputarSumut – Menempatkan guru sebagai prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi. Penegasan ini disampaikan oleh dr. Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, dalam kegiatan Sosialisasi Program Aneka Tunjangan Guru Non-ASN Tahun 2025. Acara tersebut merupakan kerja sama antara Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Puslapdik Kemendikdasmen) dan Komisi X DPR RI, yang digelar di Sekolah Methodist 1 Medan, Jalan Hang Tuah, Jumat (10/10).
Menurut Sofyan Tan, fokus utama pendidikan seharusnya adalah guru dan siswa, bukan pada infrastruktur fisik seperti gedung. Pernyataan ini disampaikannya dalam sambutan yang disambut antusias para guru peserta sosialisasi. “Kalau kita bicara pendidikan, yang paling penting itu guru dan siswa, bukan gedung. Jepang saja saat habis perang dunia kedua, yang ditanya Kaisarnya pertama kali adalah: ‘Berapa banyak guru yang tersisa?’ Bukan soal bangunan atau harta,” kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Keprihatinan mendalam Sofyan Tan terhadap nasib guru muncul dari pengalaman masa lalunya di daerah. Ia menceritakan pengalamannya saat mengunjungi sekolah di daerah Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang beberapa tahun lalu. Ia terkejut saat mengetahui gaji guru di sana hanya Rp500 ribu per bulan, bahkan kepala sekolahnya hanya menerima Rp800 ribu.
Rendahnya gaji tersebut sangat dipengaruhi oleh uang sekolah yang minim. “Bayangkan, uang sekolah hanya Rp15 ribu per bulan. Itu pun banyak yang nunggak. Saya akhirnya berikan semua siswa di sana bantuan PIP (Program Indonesia Pintar),” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah finansial guru, Sofyan Tan pernah mengambil langkah konkret di tingkat yayasan sekolah tersebut. Ia pun mengajak pihak yayasan untuk menaikkan uang sekolah menjadi Rp25 ribu. Kenaikan ini dilakukan dengan catatan bahwa dana tambahan tersebut sepenuhnya dialokasikan untuk menambah penghasilan guru, bukan untuk yayasan. Dengan kenaikan tersebut, kondisi keuangan guru dinilai masih cukup jika dibantu beasiswa PIP sebesar Rp450ribu setahun.
Meskipun demikian, politisi senior ini mengakui bahwa langkah-langkah insentif saja masih belum memadai. Oleh karena itu, dia bertekad menjadikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama pada periode ketiga dirinya di DPR RI (2024-2029). “Sekarang di periode ketiga saya sebagai anggota DPR RI, saya ‘gas pol’ soal gaji guru. Harus ada perbaikan nyata,” tegasnya.
Komitmen perbaikan kesejahteraan guru ini disampaikan dalam konteks pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Menurut Sofyan, yang saat ini aktif dibahas di Komisi X, sudah saatnya negara memastikan gaji guru berada di atas Upah Minimum Regional (UMR).
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus didorong secara signifikan untuk kesejahteraan pendidik. “Target saya, 20 persen dana APBN benar-benar dialokasikan untuk kesejahteraan guru. Bagaimana mungkin guru bisa mendidik murid jadi pintar kalau gajinya hanya cukup buat hidup dari Senin sampai Kamis? Hari Jumat sampai Minggu, dia bingung mau makan apa,” ucapnya, menekankan pentingnya kepastian finansial bagi guru.
Sofyan Tan juga menyampaikan rasa syukurnya atas peran Menteri Pendidikan saat ini. Ia bersyukur saat ini memiliki Menteri Pendidikan yang berlatar belakang pendidik dan berasal dari Muhammadiyah, sehingga dinilai lebih memahami kondisi riil pendidikan di daerah, terutama karena kondisi serupa juga dialami oleh sekolah-sekolah swasta Muhammadiyah di berbagai daerah.
Sementara itu, dari pihak Puslapdik Kemendikdasmen, pentingnya ketelitian data ditekankan kepada para guru non-ASN. Ketua Tim Aneka Tunjangan Non-ASN Puslapdik Kemendikdasmen, Wendi Kuswandi, mengingatkan bahwa ketelitian data sangat krusial agar guru tidak kehilangan hak atas tunjangan.
Wendi menjelaskan bahwa kegagalan pencairan tunjangan seringkali disebabkan oleh masalah teknis minor. “Seringkali tunjangan gagal cair karena hal teknis: nama salah satu huruf, atau NIK invalid. Ini harus dicek terus di Dapodik,” jelas Wendi.
Selain itu, guru non-ASN juga didorong untuk aktif mengikuti program Tunjangan Profesi Guru (TPG). Ia juga mengimbau agar guru non-ASN aktif mengikuti program Tunjangan Profesi Guru (TPG), karena pemerintah bersama Komisi X DPR RI tengah memperjuangkan agar tunjangan ini naik menjadi Rp2,5 juta per bulan pada tahun 2025. “Ini sedang kami perjuangkan bersama DPR, dan ini tidak mudah. Tapi kami optimis,” tambahnya.(Siong)