Medan, SeputarSumut – Dr. Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, dalam sebuah kesempatan, menekankan bahwa penguasaan statistik merupakan salah satu kunci vital menuju kesuksesan di masa depan. Pernyataan ini disampaikannya saat membuka acara Sosialisasi Sensus Ekonomi 2026 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Komisi X DPR RI pada Selasa (14/10), dan dihadiri oleh ratusan peserta.
Mengutip pandangan tokoh nasional Sarwono Kusumaatmadja, Sofyan Tan menjelaskan bahwa untuk mencapai kesuksesan, setiap individu wajib menguasai tiga hal utama. “Pertama, kuasai bahasa asing seperti Bahasa Inggris, Mandarin, dan bahkan Latin. Kedua, miliki keterampilan dan keahlian yang relevan. Dan yang ketiga, yang paling penting, adalah kemampuan membaca dan memahami statistik,” ujar Sofyan Tan, yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari peserta.
Kemampuan membaca statistik, tegasnya, akan memungkinkan seseorang untuk memetakan secara akurat arah keahlian yang dibutuhkan serta peluang-peluang yang tersedia di masa depan. “Statistik berbicara tentang masa depan. Dengan data statistik, kita bisa melihat perubahan dan menentukan strategi. Dalam berkomunikasi pun, jika kita memiliki data yang kuat, pembicaraan kita tidak akan hanya asal bicara, omon-omon,” urainya.
Terkait dengan pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026, ia berharap hasilnya harus mampu memetakan jenis-jenis usaha yang menguntungkan dan memiliki margin laba yang baik, baik untuk saat ini maupun prospek ke depannya. Selain itu, hasil sensus juga harus mengungkapkan hambatan dan rintangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha. Ini termasuk apakah pungutan retribusi yang diterapkan melalui peraturan daerah sudah pada tahap yang meresahkan. Data ini sangat penting agar hasil sensus dapat menjadi perhatian serius pemerintah pusat dalam mengevaluasi peraturan daerah yang dinilai mengganggu iklim usaha dan investasi.
Oleh karena itu, Sofyan Tan menekankan bahwa peran petugas sensus sangat krusial dalam menggali data usaha secara cermat dan persuasif. Ia secara khusus menyarankan agar pendekatan yang dilakukan kepada responden harus bersifat humanis.
“Jadi nanti petugas sensus kalau mau bertanya jangan langsung tanya berapa keuntungan usaha. Ada triknya, tanya dulu apa saja kendala dan hambatan usaha. Setelah responden curhat terkait hambatan, baru masuk ke pertanyaan lain. Apalagi kalau Anda sebut sebagai mahasiswa dr Sofyan Tan, pasti welcome pengusahanya,” ungkap Sofyan Tan yang disambut tawa peserta.
Acara sosialisasi penting ini diadakan dalam dua sesi terpisah, bertempat di Hotel Arya Duta dan Hotel Four Point by Sheraton, Medan, dengan dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai kampus. Turut hadir dalam acara ini adalah Inspektur Utama BPS RI Dadang Hardiwah, Kepala BPS Sumut Asim Saputra, Kepala BPS Kota Medan Hafsah Aprilia, para pejabat fungsional madya BPS, serta para undangan.
Dr. Dadang Hardiwah SSi, MSi, Inspektur Utama BPS RI, menyampaikan bahwa dalam melaksanakan pengumpulan data, BPS selalu melibatkan masyarakat dan juga mahasiswa. Pihaknya menyebut mereka sebagai mitra statistik yang melalui proses seleksi ketat dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas.
Dalam Sensus Ekonomi 2026, ia memastikan bahwa baik usaha besar maupun UMKM akan didata, termasuk juga para pengusaha yang aktivitas ekonominya dilakukan secara daring atau online. Kajian sementara menunjukkan bahwa sebanyak 180 ribu orang nantinya akan direkrut sebagai petugas sensus di seluruh wilayah Indonesia.
Diharapkan, hasil dari sensus ini nantinya akan mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi investasi maupun peningkatan dan penguatan UMKM agar dapat berjalan lebih baik di masa depan.
Sementara itu, Kepala BPS Sumut Asim Saputra dalam paparannya secara garis besar menyampaikan bahwa data statistik yang dihasilkan oleh BPS dapat dijadikan sebagai parameter kebijakan dengan mensinkronisasi kondisi riil yang terjadi di daerah. Sebagai contoh, ia menyinggung data ketersediaan listrik di daerah dengan data kemiskinan yang ada di Sumatera Utara.
Ia menceritakan bahwa pihaknya pernah melakukan overlay pemetaan ketersediaan listrik, di mana terlihat di beberapa daerah, khususnya di pantai Barat, masih banyak wilayah yang gelap. Setelah data tersebut dikomparasi dengan data kemiskinan, ternyata di titik-titik yang masih gelap tersebut angka kemiskinannya tergolong tinggi. Hal ini bukan karena mereka tidak memiliki listrik, melainkan karena arusnya rendah, hanya 450 watt, yang mengakibatkan aktivitas malam hari hampir tidak ada.
“Jadi kecenderungannya cepat tidur dan satu-satunya hiburan mereka bagi yang sudah berumah tangga saat malam ya menambah anak. Sehingga tingkat kelahiran tinggi, begitu juga dengan angka kemiskinannya,” ungkap Asim.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa di daerah yang daya listriknya rendah, data statistik menunjukkan masyarakat umumnya mengalami kesulitan dalam pengembangan usaha UMKM, meskipun sudah mendapatkan pelatihan dan bantuan alat. Hal ini terjadi karena arus listriknya tidak memadai untuk mengoperasikan peralatan tersebut.
“Inilah contoh bagaimana data statistik bisa membantu mendorong pembangunan yang tepat,” pungkasnya.(Siong)

