seputar – Medan I Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menuntaskan penelitian dalam proses penegakan hukum atas dugaan perjanjian penjualan barang mengikat (tying-in) atas produk alat uji cepat atau rapid test untuk diagnosis Covid-19 di berbagai rumah sakit.
Hal itu disampaikan Guntur S. Saragih, Juru Bicara dan Anggota KPPU melalui rilis yang disampaikan kepada para jurnalis, Sabtu (13/06/2020).
Guntur menjelaskan, dalam penelitian atas dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat (2) tersebut, KPPU menyimpulkan bahwa sebagian besar rumah sakit yang menjadi objek penelitian itu telah melakukan perubahan perilaku dengan menyesuaikan bentuk pemasaran produk rapid test tersebut.
Pada pernyataan sebelumnya, KPPU menjelaskan bahwa tengah melakukan penelitian perkara inisiatif sejak 13 April 2020 guna menindaklanjuti informasi dari masyarakat yang mengeluhkan
penawaran jasa rapid test Covid-19 secara paket dan menyebabkan tingginya harga jasa tersebut.
“Penelitian kita fokuskan pada upaya penemuan bukti-bukti yang menunjang dugaan pelanggaran dan dilaksanakan melalui survei lapangan dan pemanggilan berbagai pihak terkait,” jelasnya.
Dalam penelitian, sebut Guntur. KPPU telah melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari berbagai rumah sakit yang diduga melakukan praktek tying-in layanan untuk rapid test, keterangan ahli, serta melakukan survei lapangan di Jabodetabek dan kota dimana terdapat Kantor Perwakilan KPPU (yakni Medan, Lampung, Bandung, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar).
Begitupun, sampai kini, KPPU belum menemukan bukti yang cukup untuk dijadikan ke tahapan penyelidikan, khususnya pemenuhan unsur dampak persaingan usaha tidak sehat.
Menurutnya, para pelaku usaha telah melakukan perubahan dalam hal menjual jasa Rapid Test. Dalam berbagai brosur jasa layanan yang dikeluarkan rumah sakit, penawaran rapid test yang terpisah dengan uji layanan kesehatan lainnya telah mulai dilakukan.
Sehingga kini masyarakat telah dapat
membeli layanan rapid test tanpa harus membeli bentuk paket dengan beberapa layanan jasa kesehatan lainnya saat melakukan diagnosis Covid-19.
“Begitupum perilaku seperti ini dapat masuk kategori penyeldikan, jika dalam prakteknya menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat. KPPU akan tetap memantau informasi yang berkembang di masyarakat terkait pemasaran produk dan layanan kesehatan di masa pandemi,”tandasnya.
Untuk itu, lanjut Guntur. KPPU meminta agar publik segera melapor ketika menemukan adanya upaya tying-in atau bentuk-bentuk pelanggaran lain oleh penyedia layanan kesehatan. Sangsi akan dikenakan KPPU kepada mereka yang mencoba melanggar hukum persaingan, khususnya di masa Pandemi Covid-19 dan dalam waktu setelahnya. (R01)
Foto : Ilustrasi (Istimewa)