Medan, SeputarSumut – Stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) di Indonesia dikonfirmasi tetap terjaga, meskipun dinamika global menunjukkan kondisi yang beragam. Hal ini menjadi kesimpulan utama dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang digelar pada 1 Oktober 2025.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa fundamental SJK Indonesia cukup kuat untuk menghadapi ketidakpastian. “Kami melihat bahwa SJK kita memiliki buffer yang memadai. Meskipun kita melihat adanya perkembangan yang beragam di negara-negara utama, SJK domestik kita mampu merespons dengan baik,” ujar Mahendra.dalam Konferensi Pers RDK Bulanan September 2025, dikutip Jumat, 10 Oktober 2025.
Kondisi perekonomian di negara-negara utama menjadi salah satu perhatian OJK dalam RDK tersebut. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) diketahui merevisi pertumbuhan ekonomi global menjadi lebih kuat dari perkiraan awal 2025. Peningkatan ini didukung oleh fenomena front loading (percepatan produksi dan perdagangan) sebelum kenaikan tarif diberlakukan. Di sisi lain, meskipun ketegangan perang dagang menunjukkan tren penurunan, risiko peningkatan (flare up) tensi perang dagang dan geopolitik global dinilai masih cukup tinggi.
Siklus kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) kini memasuki fase pelonggaran. OJK mencatat bahwa kinerja perekonomian AS relatif stabil, ditandai dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif tinggi, meskipun pasar tenaga kerja melemah dan inflasi masih persisten. Bank sentral AS, The Fed, pada September 2025 telah memulai siklus penurunan Fed Fund Rate (FFR) dengan memangkas sebesar 25 basis poin (bps), dan masih diekspektasikan akan melakukan pemangkasan sebanyak dua kali lagi tahun ini.
Beralih ke Asia dan Eropa, tren moderasi perekonomian Tiongkok terpantau masih berlanjut. Beberapa indikator utama, baik dari sisi permintaan maupun penawaran, dirilis di bawah ekspektasi pasar. Sementara di Eropa, indikator perekonomian terpantau stagnan, dengan adanya tekanan di pasar keuangan negara utama seperti Perancis karena kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal. Di sisi lain, tekanan inflasi yang persisten di Jepang membuat Bank of Japan cenderung hawkish. Perkembangan global ini secara keseluruhan turut mendukung risk on investor global, menyebabkan pasar saham global cenderung menguat.
Adapun di lingkup domestik, kinerja perekonomian Indonesia berhasil terjaga dengan indikator yang positif. Hal ini tercermin dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) Manufaktur yang masih berada di zona ekspansi serta adanya peningkatan surplus neraca perdagangan. Mahendra menambahkan, “Meskipun kinerja eksternal kita solid, kita harus terus menjaga dan mendorong engine pertumbuhan domestik.”
Oleh karena itu, permintaan domestik menjadi salah satu aspek yang perlu dicermati dan didorong lebih lanjut. Perhatian ini muncul seiring dengan moderasi inflasi, serta tren pada tingkat kepercayaan konsumen dan tingkat penjualan ritel, semen, dan kendaraan yang masih memerlukan dorongan.(Siong)

