seputar – Jakarta | Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Malaysia mengalami kekerasan fisik hingga tak digaji selama lima tahun bekerja
Nunik, bukan nama sebenarnya, menceritakan pengalaman tersebut ke Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono. Perempuan itu mengaku majikannya merupakan eks politisi bergelar Dato dari partai penguasa.
“Majikan saya padahal punya sembilan mobil dan rumah mewah tiga lantai tapi saya tak digaji bertahun-tahun,” kata Nunik ke Hermono, dalam rilis resmi, Rabu (30/8).
Dalam pengakuannya, Nunik menceritakan majikan kerap menyiksa dia hingga menyebabkan luka dan cacat di bagian tubuh. Ia juga tak pernah menerima perawatan medis yang seharusnya.
Nunik tampak bergetar dan berlinang air mata saat menceritakan pengalaman penyiksaan itu. Dalam paparannya, ia mengaku pernah diguyur dengan air panas oleh majikan karena alasan tak jelas.
Kondisi semacam itu membuat Nunik tak tahan. Ia mencoba kabur, tetapi gagal.
“Saya sudah tidak tahan lagi menerima siksaan-siksaan majikan, jadi berusaha kabur dan ingin kembali ke Indonesia,” kata Nunik dalam rilis itu.
Nunik akhirnya berhasil kabur dengan bantuan warga setempat. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur menerima ia dengan kondisi wajah penuh dengan luka lebam akibat kekerasan dari majikan.
Menanggapi kejadian itu, Hermono mengemukakan, KBRI Kuala Lumpur memberikan upaya perlindungan kepada Nunik dari proses penyembuhan luka hingga tahapan proses tuntutan hukum pidana atas tindak kekerasan dan bekerja tanpa digaji.
KBRI juga berhasil menghubungi pihak keluarga Nunik di Banjarnegara yang selama ini kehilangan kontak dengan Nunik.
Hermono juga mengatakan kasus Nunik menunjukkan bahwa sebagian besar kasus eksploitasi terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) dilakukan majikan yang mapan secara finansial.
“Dan dengan faktor kesengajaan melakukan pelanggaran hak-hak serta dengan sengaja merendahkan martabat pekerja rumah tangga Indonesia,” kata Hermono.
Menurut keterangan kepolisian setempat, para tersangka akan dituntut dengan pasal pidana karena melakukan penyiksaan berat.
KBRI juga meminta agar pelaku menerima hukuman yang adil sesuai UU Pidana Malaysia guna memberikan efek jera.
Indonesia dan Malaysia telah menandatangani MoU Perlindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022. Namun, hingga kini pelanggaran terhadap pekerja migran Indonesia di Negeri Jiran masih terjadi.
Menurut KBRI, beberapa kasus yang kerap terjadi yakni gaji tak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik. PMI yang bermasalah mayoritas yang bekerja di sektor rumah tangga dan tak memiliki visa kerja. (CNN)