Medan, SeputarSumut – Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI Perjuangan, dr. Sofyan Tan, mengajak para jurnalis dan pewarta foto di Sumatera Utara (Sumut) untuk menjadi jembatan perbedaan budaya. Ia menilai, keberagaman suku, agama, dan budaya di Sumut yang menyerupai miniatur Indonesia berpotensi besar memajukan pariwisata jika dipromosikan secara positif.
Pernyataan ini disampaikan Sofyan dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Kebudayaan bertajuk “Semarak Budaya: Karakter dan Kejutan Budaya dalam Interaksi Aneka Ragam Budaya Sumut,” di Gedung Mabin, Jalan Setia Budi, Medan, pada Selasa (12/8). Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan RI bekerja sama dengan Sofyan Tan dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Medan.
Menurut Sofyan, Sumut adalah wilayah yang “rumit namun menyenangkan” karena interaksi sosial di tengah keberagaman sering menimbulkan kejutan budaya (culture shock) bagi pendatang. Ia mencontohkan logat Batak yang tegas kerap dianggap kasar, sementara masyarakat Melayu berbicara dengan nada lebih halus.
“Padahal ini bukan soal kasar atau halus, melainkan perbedaan karakter budaya,” jelasnya.
Sofyan menambahkan bahwa keberagaman ini juga tercermin dalam kuliner, yang bahkan membuat Medan dikenal sebagai salah satu tujuan wisata kuliner terbaik. “Dari semua provinsi, makanan Medan itu istimewa. Orang datang ke Medan bukan untuk melihat Danau Toba atau Berastagi, tapi mau makan,” ujarnya.
Meskipun demikian, ia menyoroti bahwa pemahaman budaya yang belum merata menjadi salah satu faktor yang menghambat perkembangan pariwisata di Sumut.
Oleh karena itu, Sofyan mengajak jurnalis dan pewarta foto untuk mengubah pola pikir “bad news is good news” menjadi “good news is the best news.” Ia menekankan pentingnya mengangkat sisi positif setiap etnis, agama, dan ras, serta memadukannya dengan keindahan alam Sumut.
“Sumut itu unik, antik, dan romantis. Kalau dikemas dengan baik, foto dan berita yang positif bisa menjadi promosi pariwisata yang efektif dan menjadikannya sumber devisa besar,” tegas Sofyan.
Ia juga memaparkan empat faktor utama penyebab kejutan budaya, yaitu perbedaan bahasa dan logat, norma sosial, tradisi, serta agama. Semua faktor ini, kata Sofyan, seharusnya dilihat sebagai kekayaan. Ia memberikan contoh, hidangan saksang yang identik dengan daging babi bisa diolah dengan ayam atau sapi agar dapat dinikmati semua kalangan.
Kegiatan ini turut menghadirkan fotografer senior Muhammad Said Harahap sebagai pemateri, dan diikuti oleh mahasiswa serta pewarta foto di Kota Medan.(Siong)
