Jakarta – Peningkatan jumlah kasus COVID-19 terpantau di kawasan Asia, dengan variasi baru yang bervariasi di setiap negara. Menurut informasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, varian yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah MB. 1. 1, yang masih berhubungan dengan varian Omicron.
Menyikapi munculnya beberapa varian baru COVID-19, epidemiolog Dicky Budiman memberikan saran agar masyarakat tidak khawatir. Ia menyatakan bahwa risiko penyebaran dapat dikurangi dengan menerapkan pola hidup sehat dan mengenakan masker saat berada di kerumunan.
“Esensi penggunaan masker ini masih relevansi di kondisi saat ini, walaupun tentu tidak seperti waktu masa pandemi. Gunakan masker di tempat-tepat dengan kualitas udara yang buruk ataupun transportasi publik, karena tidak hanya bicara penyebaran COVID-19, tetapi juga infeksi saluran napas lainnya,” jelas Dicky saat dihubungi detikcom, Sabtu (31/5/2025).
Gejala seperti apa yang perlu diwaspadai?
Menurut Dicky, peningkatan kasus COVID-19 dapat dipantau dengan melakukan surveilans, seperti tes COVID-19. Namun secara individual, testing semacam ini belum terlalu dibutuhkan.
Meski demikian, testing secara mandiri sangat dimungkinkan karena saat ini banyak tersedia di fasilitas kesehatan. Testing dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengingat gejala yang muncul pada subvarian COVID-19 yang beredar saat ini dengan influenza hampir mirip.
“Amat sangat sama dan tidak ada perubahan yang menonjol ya. Kecuali saat ini gejalanya tidak seperti dulu, misal anosmia yang mengganggu indera penciuman dan perasa sekarang aman jarang ada,” beber Dicky.
“Tapi gejalanya tidak separah itu. Gejala yang muncul seperti batuk, pilek, demam, nyeri saat menelan, nyeri kepala, apalagi kalau sudah beringus, punya sinus yang membuat nyeri kepala, jadi hampir mirip dengan flu lah ya,” lanjutnya.
Meski begitu, gejala yang muncul juga kadang-kadang bergantung pada imunitas seseorang. Dicky mengatakan gejala yang dialami karena COVID-19 bisa sedikit lebih lama, terlebih saat imunitasnya menurun.
“Misalnya kalau flu mungkin biasanya tiga hari sudah mereda, ini bisa sampai lima hari. Jadi gejalanya jauh lebih panjang dari flu biasa,” tuturnya.(sg/detik)