Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meminta Pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan kemasan dengan standar sederhana untuk semua produk tembakau dan nikotin sebelum produk tersebut dipasarkan.
Permintaan ini disampaikan oleh Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan, sebagai langkah untuk mengurangi penggunaan tembakau dalam rokok tradisional dan nikotin pada rokok elektrik.
“Kemasan standar adalah langkah yang terbukti efektif dalam membatasi kemampuan industri tembakau untuk memasarkan produk berbahaya dengan cara yang dianggap aman atau menarik,” ujar Paranietharan dalam pernyataannya di Jakarta pada hari Jumat seperti dikutip dari antara.
Ia menjelaskan bahwa kemasan standar, yang juga dikenal sebagai kemasan polos, tidak mengandung logo merek, warna, atau elemen promosi apapun, melainkan hanya mencantumkan nama merek dalam tipe huruf yang baku disertai peringatan kesehatan yang menonjol.
Data menunjukkan bahwa langkah ini dapat mengurangi daya tarik produk tembakau dan nikotin, terutama di kalangan anak muda, menghapus fungsi kemasan sebagai alat pemasaran, mencegah desain yang memberikan kesan salah mengenai keamanan produk, dan meningkatkan kejelasan serta dampak dari peringatan kesehatan, tambah Paranietharan.
Secara internasional, Paranietharan menyebutkan bahwa 25 negara telah mengadopsi dan menerapkan kebijakan kemasan standar, dan empat negara lainnya sedang dalam proses pelaksanaan.
Di antara negara-negara G20, Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Turki telah menerapkan kebijakan ini.
Dalam wilayah ASEAN, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand juga telah mengadopsi kemasan standar dan sedang berada dalam berbagai tahap pelaksanaan.
Paranietharan juga mengungkapkan bahwa industri tembakau terus menolak kemasan standar dengan argumen yang tidak berdasar, yang menyatakan bahwa hal ini dapat menyebabkan perdagangan ilegal, merugikan pelaku usaha kecil, dan melanggar hukum.
“Namun, argumen-argumen ini tidak dapat dibuktikan,” tegasnya.
Data dari negara-negara yang telah menerapkan kebijakan ini, khususnya Australia yang memulainya pada tahun 2012, menunjukkan penurunan angka merokok, peningkatan upaya untuk berhenti merokok, serta perbaikan dalam kesehatan masyarakat.
Secara legal, Paranietharan menyatakan bahwa Indonesia memiliki posisi yang kuat untuk maju. Pasal 435 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 memberikan dasar hukum yang kuat untuk mengadopsi kemasan standar.
“Saat ini, diperlukan peraturan teknis terkait pelaksanaannya agar dapat diterapkan. Ini adalah waktu yang tepat,” katanya.
Paranietharan yakin bahwa kebijakan ini akan membatasi pengaruh industri, melindungi generasi mendatang dari pencitraan yang menyesatkan, serta menyelamatkan banyak nyawa.
“Indonesia telah menyiapkan dasar hukum. Kini, yang diperlukan adalah tindakan nyata,” tuturnya.(sg/antara)