Medan, SeputarSumut – “Riset ilmiah yang baik bukan hanya tentang publikasi atau pengumpulan data, melainkan harus memberi dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.” Hal ini ditegaskan oleh dr. Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, saat menjadi pembicara dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Acara kerja sama Komisi X DPR RI dan BRIN ini bertema Publikasi Ilmiah di Jurnal Internasional Skala Menengah dan Tinggi, yang dilaksanakan di Hotel Emerald Garden, Jalan Yos Sudarso, Medan, Sabtu (11/1).
Menurut Sofyan Tan, tujuan utama dari riset ilmiah haruslah mencapai pembangunan negara yang aman, damai, dan sejahtera. Ia menambahkan, penelitian harus mampu menyentuh kebutuhan konkret masyarakat, sehingga harus ada keseimbangan porsi antara riset non-eksakta dan eksakta.
Data yang ia amati menunjukkan bahwa 70% penelitian saat ini didominasi oleh bidang non-eksakta, dengan porsi riset eksakta hanya 30%. Oleh karena itu, ia berharap kehadiran BRIN, yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan akan sistem riset nasional yang efisien, terintegrasi, dan berdampak luas, dapat menjadi penyatu arah dan tujuan riset di Tanah Air.
Sofyan Tan menegaskan, masyarakat sebaiknya tidak lagi dibebani dengan hasil riset mengenai elektabilitas, tingkat kepuasan publik, atau isu politis lainnya, seperti prediksi calon presiden. Rakyat saat ini membutuhkan hasil penelitian dan karya ilmiah yang memberikan dampak nyata, mengingat masa kampanye Pilpres masih lama.
“Riset mengenai elektabilitas tokoh atau prediksi calon presiden ke depan sebaiknya dihentikan. Fokuslah pada riset yang berdampak nyata bagi kesejahteraan rakyat, sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,” ungkap Sofyan Tan.
Di sisi lain, Sofyan Tan mengakui bahwa tantangan terbesar bagi riset dan publikasi ilmiah di Indonesia adalah isu pendanaan. Anggaran riset di Indonesia saat ini hanya berkisar 0,1% dari APBN, angka ini jauh di bawah standar internasional yang idealnya minimal 2%, sebagaimana yang diterapkan di negara-negara maju.
“Dulu, dana riset kita bahkan tidak sampai Rp2 triliun. Padahal, jika mengikuti praktik negara maju, anggaran riset seharusnya minimal 2% dari APBN,” tegasnya.
Sofyan Tan juga menyoroti bahwa, berdasarkan data, peneliti di Indonesia telah menunjukkan produktivitas yang cukup tinggi dalam publikasi jurnal internasional. Selama periode 2019 hingga 2024, Indonesia mencatat kemajuan signifikan dengan berhasil menerbitkan 259.849 jurnal internasional, menempatkan negara ini di peringkat ke-25 dunia dalam hal jumlah publikasi ilmiah.
“Jumlah jurnal yang besar ini harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas penulisan akademik yang benar-benar berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat,” sarannya.
Selain Sofyan Tan, acara ini juga dihadiri oleh Yeyen Nurhamiyah, Peneliti Ahli Muda Bidang Polimer dan Komposit dari BRIN. Melalui Bimtek ini, BRIN memiliki harapan untuk mengubah paradigma riset; dari sekadar pemenuhan target akademik menjadi instrumen utama pembangunan dan peningkatan kesejahteraan. Dengan fokus dan arah yang tepat, riset dapat menjadi milik seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya milik akademisi atau peneliti.(Siong)
