Jakarta, SeputarSumut – Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS), memberikan pernyataan keras pada Selasa (14/10) bahwa ia siap melucuti senjata Hamas secara paksa. Tindakan ini akan diambil andai kelompok militan Palestina tersebut tidak bersedia melakukannya sendiri sebagai bagian dari kepatuhan terhadap klausul gencatan senjata yang telah disepakati dengan Israel. Ancaman tegas ini muncul untuk memastikan Hamas menunaikan komitmen mereka.
Pernyataan ini dilontarkan oleh Trump sehari setelah kunjungan pentingnya ke kawasan Timur Tengah. Kunjungan tersebut bertujuan merayakan keberhasilan kesepakatan gencatan senjata yang telah dicapai antara kedua belah pihak.
“Kami akan melucuti senjata mereka, jika mereka tidak melakukannya sendiri,” demikian ancaman yang disampaikan oleh Trump kepada para wartawan. Komentar tersebut diberikan di Gedung Putih, hanya berselang beberapa jam setelah ia kembali dari perjalanan singkatnya ke Israel dan Mesir, sebagaimana dilaporkan oleh AFP.
Lanjut Trump, proses pelucutan senjata tersebut diyakininya “akan terjadi dengan cepat dan mungkin dengan kekerasan.” Hal ini mengindikasikan keseriusan dan ketegasan sikap AS dalam masalah ini.
Mengenai komunikasi dengan pihak militan, Trump mengklaim telah berbicara dengan Hamas. “‘Anda akan melucuti senjata,’ kata saya kepada Hamas, dan mereka menjawab ‘ya, Pak, kami akan melucuti senjata,'” ungkapnya, mengutip janji yang telah disampaikan.
Namun, ia mengklarifikasi bahwa pesan penting ini tidak disampaikan secara langsung olehnya, melainkan melalui perantara yang ia sebut sebagai “orang-orang saya.”
Hingga saat ini, Trump belum memberikan rincian lebih lanjut tentang siapa saja yang akan terlibat dalam upaya pelucutan senjata Hamas ini. Ia juga tidak menjelaskan secara spesifik apakah pengerahan pasukan AS akan menjadi bagian dari rencana tersebut.
Padahal, pelucutan senjata ini merupakan elemen krusial dari fase lanjutan berdasarkan rencana 20 poin yang disusun oleh Trump untuk gencatan senjata dan perjanjian perdamaian jangka panjang di Timur Tengah. Hamas secara konsisten menolak untuk melucuti senjata mereka, meskipun hal itu adalah bagian penting dari kesepakatan.
Selain isu pelucutan senjata, terdapat pula poin perdebatan lain yang signifikan: meskipun 20 sandera hidup yang masih ditahan Hamas telah dibebaskan pada hari Senin, kelompok tersebut masih menahan jenazah dari 24 sandera yang telah meninggal dunia.
Meskipun demikian, Hamas diketahui telah mengembalikan empat jenazah pada hari Senin. Ini menandai langkah awal, namun belum memenuhi tuntutan sepenuhnya.
Merespons penahanan jenazah, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, pada hari Selasa mengancam akan menghentikan seluruh pasokan bantuan yang masuk ke Gaza. Ancaman ini akan diwujudkan jika Hamas gagal segera mengembalikan jenazah tentara Israel yang masih ditahan di wilayah Gaza.
Sebelumnya, melalui jejaring sosial Truth Social miliknya, Trump juga sempat mengekspresikan perasaannya. “SEMUA DUA PULUH SANDERA TELAH KEMBALI DAN MERASA SEBAIK YANG DIHARAPKAN. Beban berat telah terangkat, tetapi pekerjaan BELUM SELESAI,” tulis Trump.
“YANG MATI BELUM DIKEMBALIKAN, SEPERTI YANG DIJANJIKAN! Fase Kedua dimulai SEKARANG JUGA!!!” lanjutnya dengan nada mendesak, menuntut pemenuhan janji terkait jenazah yang tewas.
Kunjungan Trump ke kawasan tersebut ditutup dengan pengumuman “fajar bersejarah Timur Tengah yang baru.” Selama kunjungan itu, ia dan sejumlah pemimpin regional menandatangani deklarasi bersama yang bertujuan untuk memperkuat gencatan senjata di Jalur Gaza.
Sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengakhiri konflik, sebuah rumah sakit di Gaza mengonfirmasi telah menerima penyerahan 45 jenazah warga Palestina yang diserahkan kembali oleh pihak Israel.(*/cnni)
