Jakarta – Setiap orang tua pasti ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Pendidikan bukan hanya soal gelar, tetapi juga tentang membuka peluang masa depan yang lebih baik.
Namun, seiring dengan meningkatnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun, muncul tantangan besar bagi keluarga: bagaimana mempersiapkan dana pendidikan dengan bijak?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan sejumlah survei lembaga keuangan, kenaikan biaya pendidikan di Indonesia berkisar antara 10% hingga 15% per tahun.
Artinya, jika saat ini biaya masuk universitas ternama mencapai Rp100 juta, maka dalam 10 tahun bisa mencapai lebih dari dua kali lipat. Inilah sebabnya mengapa perencanaan keuangan yang matang sangat penting, terutama dalam hal investasi untuk dana pendidikan anak.
Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, M Pintor Nasution mengatakan, terdapat tiga instrumen investasi populer di pasar modal, yaitu saham, obligasi, dan reksa dana. Untuk itu setiap keluarga bisa memilih manakah yang paling cocok untuk biaya pendidikan.
“Perencanaan dana pendidikan bukan hanya soal menabung, tapi soal bagaimana mengelola dan mengembangkan dana agar mampu mengejar inflasi pendidikan,”kata Pintor di Medan, Sabtu (24/05/2025).
Pintor menjelaskan, jika hanya mengandalkan tabungan konvensional, dana yang terkumpul bisa kalah jauh dibanding kenaikan biaya pendidikan. Oleh karena itu, orang tua juga perlu melek investasi.
Sebab manfaat perencanaan dana pendidikan sejak dini akan memberikan rasa tenang karena memiliki strategi keuangan jangka panjang. Hal tersebut juga akan menghindari hutang besar saat anak memasuki jenjang pendidikan tinggi.
“Karenanya perencanaan dana pendidikan dapat memberikan kebebasan pilihan yang terbaik bagi anak untuk menentukan masa depan pendidikannya,”jelas Pintor.
Sebelum memilih instrumen yang tepat Pintor mengajak para orang tua mengenali terlebih dahulu karakteristik instrumen investasi masing-masing. Pertama adalah saham. Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Membeli saham berarti menjadi bagian dalam kepemilikan perusahaan tersebut.
“Potensi keuntungan saham sangat tinggi dalam jangka panjang, namun risikonya juga tinggi,”ungkap Pintor sembari menambahkan kelebihan saham, potensi imbal hasilnya (return) yang tinggi.
Saham juga cocok untuk investasi jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Sementara kekurangan dari saham, yaitu sifatnya yang memiliki volatilitas tinggi dan membutuhkan pengetahuan serta waktu untuk melakukan analisa.
Kedua, obligasi. Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan. Investor akan mendapatkan bunga (kupon) secara berkala dan pokok pinjaman dikembalikan di akhir periode. Kelebihannya, relatif aman, apalagi jika obligasi pemerintah.
Selain itu, ada penghasilan tetap dari kupon. Kekurangannya, potensi keuntungan lebih rendah dari saham. Nilai pasar bisa turun jika suku bunga naik.
Ketiga, reksa dana. Reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang dikelola oleh manajer investasi ke berbagai instrumen seperti saham, obligasi, dan pasar uang. Kelebihannya, reksa dana dikelola oleh profesional.
Reksa dana juga tersedia dalam berbagai jenis (reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap, pasar uang). Selain itu, reksa dana bisa mulai diinvestasikan dengan dana kecil. Kekurangan reksa dana, yaitu terdapat biaya pengelolaan (fee) dan nilai unitnya bisa fluktuatif tergantung jenisnya.
Untuk itu para orang tua dalam menentukan instrumen investasi harus mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, usia anak saat ini dan jangka waktu hingga ia masuk sekolah/kuliah.
Kedua, profil risiko orang tua. Ketiga, target dana yang ingin dicapai. Contohnya, jika anak baru berusia satu tahun, dan dana dibutuhkan saat anak berusia 18 tahun, maka jangka waktu investasi adalah 17 tahun.
Dalam hal ini, orang tua bisa mempertimbangkan porsi besar di saham. Sementara jika waktu tersisa hanya 5 tahun, maka kombinasi reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang bisa lebih aman. Menggabungkan berbagai instrumen adalah pilihan bijak. Dengan strategi tersebut, risiko bisa ditekan namun potensi pertumbuhan tetap terjaga.
Biasanya kesalahan umum para orang tua dalam menyusun dana pendidikan adalah kerap menunda investasi sampai anak masuk SD. Lalu hanya menabung di tabungan bank. Tidak mengevaluasi portofolio secara berkala. Dan keliru menganggap asuransi pendidikan cukup (padahal asuransi hanya proteksi, bukan investasi).
Karenanya setiap keluarga perlu terus meningkatkan literasi keuangan, terutama tentang investasi dan manajemen risiko. Orang tua bisa belajar bersama lewat buku, seminar, atau platform digital.
“Melibatkan anak dalam diskusi finansial juga penting. Anak-anak perlu diajarkan tentang nilai uang, cara menabung, dan pentingnya investasi sejak dini,”bilang Pintor.
Menurutnya, perencanaan dana pendidikan anak bukan sekadar wacana. Ini adalah tindakan nyata yang dapat dimulai hari ini. Saham, obligasi, dan reksa dana bukan sekadar istilah, namun sebagai alat untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik.
“Mulailah dengan menentukan target dana pendidikan, menghitung kebutuhan dan jangka waktunya, serta memilih kombinasi investasi yang sesuai,”sebutnya.
Setelah memilih dan menentukan investasi maka evaluasi berkala juga perlu dilakukan oleh orang tua. Semua ini dilakukan karena sang buah hati berhak mendapatkan masa depan terbaik. Masa depan yang baik tersebut dimulai dari keputusan keuangan orang tua sejak hari ini.(Siong)