Medan, SeputarSumut – Pimpinan DPRD Sumatera Utara (Sumut) meminta Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) untuk mempertimbangkan kembali kebijakan terkait tarif pajak kendaraan bermotor yang berlaku bagi masyarakat. Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Salman Alfarisi, adalah sosok yang mendorong tinjauan ulang kebijakan tersebut.
Menurutnya, kondisi perekonomian masyarakat saat ini seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam upaya Pemprovsu untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salman Alfarisi khawatir, tingginya tarif pajak yang ada justru berpotensi menciptakan hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah dan masyarakat.
Dalam usulannya yang lebih spesifik, ia mengemukakan agar kebijakan pajak kendaraan untuk sepeda motor dapat diberlakukan nol persen, dengan syarat tertentu. Persyaratan tersebut dapat berupa pembatasan hanya untuk satu unit sepeda motor, dengan jenis dan kapasitas mesin yang tergolong sederhana.
“Jadi ini bentuk keberpihakan pada masyarakat kecil. Kalau tarif pajak nol bagi pemilik sepeda motor sederhana, saya rasa sangat realistis di tengah kondisi ekonomi yang berat saat ini,” ungkap Salman Alfarisi.
Salman berpendapat, pendekatan tarif pajak yang lebih rendah justru akan menjadi pendorong utama bagi peningkatan kepatuhan warga. Apabila kepatuhan meningkat, jumlah wajib pajak yang membayar dapat bertambah secara signifikan. “Saya rasa konsepnya sederhana. Untuk apa tarif pajak tinggi, tapi yang bayar sedikit. Lebih baik tarif rendah, tapi masyarakat merasa ringan dan sukarela membayar,” jelasnya.
Ia menambahkan, kebijakan pemutihan denda dan sebagian pokok pajak kendaraan saat ini terasa tidak adil bagi para wajib pajak yang selama ini sudah taat dan patuh. Oleh karena itu, solusi yang ia ajukan adalah penurunan tarif pajak agar masyarakat lebih ringan dalam menunaikan kewajiban, sekaligus dapat meningkatkan PAD.
Saat ditanyakan mengenai aspek legalitas usulan tarif nol persen, ia menilai bahwa regulasi untuk melaksanakan kebijakan ini seharusnya mampu diinisiasi. Ia menegaskan, hal tersebut bisa dilakukan tanpa harus melanggar aturan dari pemerintah pusat, khususnya dalam hal penetapan tarif pajak daerah. “Boleh saja, dan itu tidak menyalahi kebijakan dari pemerintah pusat,” tuturnya, Kamis (2/10/2025).(*/mst)
