Jakarta, SeputarSumut – Operasi militer Israel di Jalur Gaza terus meluas. Pada Minggu (17/8), militer Israel (IDF) secara resmi memerintahkan warga Gaza untuk pindah ke wilayah selatan, menyusul rencana mereka untuk menjadikan Gaza City sebagai ‘zona perang’ guna memburu milisi Hamas.
Juru bicara IDF, Avichay Adraee, menyatakan di media sosial X bahwa langkah ini didasarkan pada arahan dari “tingkat politik” dan merupakan bagian dari rencana yang telah disetujui oleh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Adraee juga menambahkan bahwa tenda dan peralatan penampungan akan disediakan dan diangkut melalui penyeberangan Kerem Shalom dengan bantuan PBB serta organisasi kemanusiaan internasional.
Perintah ini muncul di tengah krisis kemanusiaan yang kian memburuk. Menurut berbagai sumber medis di Gaza, sejak Oktober 2023, agresi Israel telah menewaskan hampir 62.000 orang, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Korban luka-luka juga melonjak menjadi 155.275 orang.
Laporan terbaru dari Aljazeera menyebutkan, pada Sabtu (16/8), 25 warga Palestina, termasuk 12 orang di antaranya, tewas saat mengantre bantuan kemanusiaan. Kantor HAM PBB melaporkan bahwa setidaknya 1.760 warga Palestina telah terbunuh saat mencari atau mengantre bantuan sejak akhir Mei lalu.
Menanggapi perintah relokasi ini, Hamas mengecam tindakan Israel. Faksi yang berbasis di Gaza tersebut menuduh Israel melakukan “penghancuran sistematis di wilayah tersebut” sebagai bagian dari “perang pemusnahan yang biadab”. Mereka juga menegaskan bahwa serangan brutal ini tidak akan berhasil menghalangi rakyat Palestina untuk mempertahankan tanah mereka, termasuk di wilayah Tepi Barat.
Seorang pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi, menegaskan bahwa kebijakan penggusuran dan serangan teror yang menargetkan kota-kota dan desa Palestina di Tepi Barat akan gagal. Ia menyatakan, Israel menggunakan berbagai cara, mulai dari jet tempur, meriam, hingga drone, untuk melancarkan serangan mereka.(*/cnni)

